Bapak
dan Impian
Sederhananya
Sebuah
nikmat yang biasa kita terima secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang
lama, biasanya akan kita anggap sebagai sebuah hal yang biasa. Tanpa kita tahu
bahwa, seiring sejalan kenyamanan itu, membuat kita kian terlena. Hingga akhirnya kadar
karunia indah itu terasa begitu biasa. Tahukah engkau, seberapa sering engkau
merasa sangat beruntung memiliki kedua orang tua yang utuh?. Kalaupun tak utuh,
masihkah engkau merasa sangat bangga memiliki kesempatan dibersamakan salah
satu diantara keduanya?. Tidakkah engkau berfikir bahwasanya kini beliau hidup
diantara waktu yang entah berantah dimana penghujungnya.
Kini
engkau semakin bertambah usia. Tampak rambut yang dahulunya hitam berkilau kian
memutih. Kulit yang pernah pernah nampak kencang nan halus, berubah keriput
pucat pasi. Kaki yang selalu gigih
berjalan menyusuri ribuan kilometer jauhnya, kini tetap kau tapaki jalan yang
sama bahkan di usia yang kian senja. Mata yang mampu menyibak keindahan alam
yang terbentang, kini mulai sayu samar. Tangan yang dahulunya kuat merengkuh
beban seluas samudra, kau sapu dengan ringannya. Seringan senyumanmu saat memapah kerewelan dan kecerobohan
malaikat kecilmu. Saat pertahanan imunitas
anakmu kian melemah, sedang engkau dirundung kelelahan, dengan sigap kau
usap si mungil itu dengan kehangatan. Dan engkau masih sama. Tetap senyum.
Yaahhhh tanpa amarah, tanpa gundah, tanpa menyalah.
Tangamu
melepuh, kakimu penuh dengan “kapalan”.
Terik matahari bukanlah alasan bagimu tuk berhenti mencari sesuap nasi demi
anak istri. Hujan lebat juga tak akan pernah mampu meneduhkanmu dari mencari
karunia yang halal demi setitik harapan akan hidup yang lebih baik bagi sang
anak di masa depan. Bahkan saat anakmu dirundung putus asa seolah kehilangan
harapan, kau menjadi tempat peraduan. Meski kau merasa hanya manusia biasa yang
terbatas kelemahan. Tapi bagi anakmu, kau adalah pahlawan meski tanpa selempang
kebesaran. Dorongan energi itu menjadi sebab munculnya ribuan jalan yang kau
perjuangkan untuknya.
Seorang
bapak ingin senantiasa tampil kuat. Barangkali bukan karena sedari awal dia
benar-benar kuat. Ia hanya mencoba menguatkan diri atas deraan yang menyeruak.
Ia ingin menjadi pelindung bagi 2 malaikat yang rentan dirundung lemah. Mereka
tidak lain adalah anak dan istrimu. Itulah barangkali mengapa, Allah ciptakan
engkau dari tulang yang kuat sedang perempuan diciptakan oleh tulang rusuk
sebelah kiri yang bengkok. Sang tulang rusuk sebelah kiri itu dekat dengan
hati, maka wanita butuh untuk disayangi. Tulang rusuk yang bengkok juga dekat
dengan tangan, maka wanita butuh untuk dilindungi. Itulah mengapa kau gunakan
sekuat kemampuan dan hatimu untuk mengasihi dan menyayangi mereka. Meski tidak
sepenuhnya apa yang kau beri itu sempurna dimatanya.
Hari
demi hari yang panjang kau pikul amanah berat. Seringkali perjuangan berat yang
kau lalui, tersembunyi dibalik rona wajah keikhlasan. Engkau sudah cukup
bahagia saat istrimu qana’ah atas
sedikitnya nafkah yang mampu kau beri pun melihat anakmu tumbuh menjadi
generasi yang shalih. Disaat itulah banjir keringat atas kerasnya kehidupan
yang kau lalui luluh lantak seketika. Bagimu keluarga adalah segalanya. Segala
yang dengan kuat kau perjuangkan, meski hati seolah dirundung kekhawatiran
diantara desir waktu yang melenakan.
Saat
malaikat kecilmu masih belia, ia selalu merengek menangis untuk minta digendong
diatas punggungmu. Tak jarang ia menjadi bodyguard
yang sigap mengikutimu ketika engkau akan menyemai benih-benih diantara sawah
yang membentang hijau sejauh mata memandang. Ia adalah orang yang selalu
berlarian mengacaukan pekerjaanmu saat kau sudah berlelah-lelah diantara
cangkulan-cangkulan tanah yang tersibak. Ia adalah orang yang selalu menagih
hutang jikalau engkau berjanji ingin membelikanya sepeda atas prestasi ranking
yang dicetaknya. Kau menjadi tempat yang paling ia suka untuk diajak
bercengkerama, menumpahkan keluhan, tak jarang ia bersembunyi dibalik
punggungmu saat berada dalam ketakutan.
Bapak,
engkau merupakan sosok yang menghidupkan semangat dengan harapan akan impian
malaikat kecilmu. Kau selalu mencoba
menepati janji itu meski banyak kesulitan yang harus ditempuh. Kau adalah
penampung terluas baginya saat ia menumpahkan lautan yang memecah dipelupuk
mata. Dan engkau tetap bersabar menanganinya. Engkau tetap mengusap halus pipi
mungil itu. Engkau coba hibur kesedihan dunianya, engkau beri suntikan motivasi
keserhanaan yang kau punya, engkau kuatkan dia dengan apa yang kau bisa.
Sepertinya waktu telah berlari dengan kencangnya.
Meninggalkan jejak-jejak indah yang tetoreh pada album lampau. Dalam desiran
detik itu, perubahan-perubahan menjadi niscaya. Niscaya yang kadang terlewatkan
diantara alam kesadaran. Malaikat kecil itu ikut bertumbuh. Seiring menuju usia
dewasa, ia mulai meninggalkan hal-hal kecil yang ia lalui bersamamu. Pun
kesempatan untukmu bercengkerama denganya kian berbatas. Kini lebih sering
engkau dengar, ia punya seabrek agenda. Sedang kau yang makin menua, kian jauh
dari pelupuk matanya atau sekedar meretas senyumnya.
Angan-angan
panjang kebahagiaan yang anakmu ganungkan, nyatanya tak selalu liner dengan
harapmu. Definitif kebahagiaanmu sebenarnya
amatlah sederhana. Kebahagiaanmu adalah ketika engkau mampu menanam benih terbaik saat ini yang
hasil panen terbaiknya akan dituai oleh anak
cucumu di masa depan.
Dalam
keserhanaan bapak, ia menyiapkan momentum indah. Bahkan saat anakmu masih
kecil, engkaupun sudah berfikir memberi kontribusi akan masa depannya. Engkau
tanam ratusan bibit pohon jati diantara kebun serambi desa dekat gunung yang
dahulunya menjadi tempat anakmu dan teman-temanya bercengkerama dengan alam.
Engkau berharap saat ia dewasa kelak, kayu itu akan menajdi salah satu peringan
bebannya saat membangun rumah bersama keluarga barunya. Yahhhh berharap engkau
mampu memberi sedikit ruang keteduhan bagi anak dan cucumu kelak.
Engkau
yang sedari dulu hidup ditengah gempuran perjuangan, mengiginkan anak yang
engkau sayangi memiliki hidup yang lebih cerah. Kau dukung dengan kerja-kerja
nyata yang kau mampu dalam menyokong pendidikan terbaik baginya. Engkau rawat
beberapa ekor sapi peninggalan nenek dengan totalitas. Tak jarang sepulang
berkebun, kau pergunakan waktu untuk mencari pakan terbaik dibalik gunung. Kau
pikul itu sendiri dengan kucuran keringat yang menjadi saksi perjalanan panjang
yanga harus ditempuh. Ternak itu berupaya diberi pakan dari rumput terbaik dan
minum yang teratur. Agar sapi dapat tumbuh dengan baik dan memiliki nilai jual
tinggi. Meski seringkali pengorbananmu menumbuhkembangkan kualitas sapi yang
tinggi, tak selalu menjanjikan nilai jual yang memuaskan. Dan sama sekali tak
penah terdengar kata mengeluh.
Engkau
lebih sering berada dalam kesendirian. Engkau yang mungkin berlatar pendidikan tak seberapa dengan segenap keterbatasan.
Sedang anakmu kini sudah menjadi lulusan Sarjana dengan predikat terbaik yang
tersandang. Engkau turut bahagia atas pencapaian pretasi yang sebenarnya tidak
seberapa itu. Energi itu mampu menyapu
kerasnya kehidupan yang menyeruak. Malaikat kecil itu memiliki selangit impian
yang bahkan bisa jadi engkau tidak sanggup untuk menggambarkanya. Setidaknya
engkau masih sama seperti bapak yang dia kenal dahulu. Engkau dukung dia yang memiliki letupan semangat membara. Engkau
pompa optimismenya saat ia terjebak pada keputusasaan. Dukungan itu nyatanya tak
pernah henti kau layangkan diantara rentetan sujud diantara malam-malam yang
panjang.
Bahkan
sampai saat ini engkau masih saja khawatir jikalau membebaninya. Engku makin takut tak mampu memberikan yang
terbaik untuknya,. Engkau merasa sebagai ayah yang sederhana mencoba
menyempurnakan harapan indah malaikat
kecil yang hampir pupus di tengah jalan itu. Ada bersitan ringan yang saat ini
sebenarnya ada dalam benakmu. Engkau tekati sedikit harapan memiliki bibit kambing jantan dan betina. Engkau
ingin mengurusi pakan ternak kambing dan mengembangkanya. Hingga suatu saat
ketika kambing-kambing itu sudah beranak pinak dan tumbuh besar, engkau ingin
anakmulah yang menuai hasil ternak maupun penjualanya.
Bapak,,
akankah dia mengingat dan merindukan masa-masa itu? ia yang kian tenggelam dalam dunia barunya,
sedang engkau kian terjerembab dalam kerinduanmu tuk membersamainya. Bagimu
setiap jejak bersamanya adalah kenangan indah. Akankah malaikat kecilmu itu
kini masih mampu menangkap bisikan harap yang terpancar dalam binar kerinduan matamu?
Akankah ia mampu menjadi pendengar setia
atas kenangan album lampau? Akankah ia menjadi sosok yang penyabar sebagaimana dulu engkau
dengan kehangatan merengkuh kegundahanya? Akankah kini ia mampu menjadi pelipur
lara di usai senjamu? Meski kini bibirmu mulai kelu mengungkap impian sederhana
itu padanya.