LAPORAN PRAKTIKUM DASAR
AGROTEKNOLOGI
PENGAMATAN PERTUMBUHAN
PADA TANAMAN KEDELAI
(Glycine
max)
Disusun
Oleh:
1.
|
Tantriati
|
(12011025)
|
2.
|
Junita Samosir
|
(12011026)
|
3.
|
Ardi Achmad Hidayat
|
(12011027)
|
PROGRAM
KEAHLIAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS
MERCU BUANA YOGYAKARTA
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini disusun sebagai syarat untuk
melengkapi Praktikum Dasar Agroteknologi Program Studi Agroteknologi Fakultas
Agroindustri Mercubuana Yogyakarta
Telah disetujui dan disyahkan oleh Dosen
Pembimbing Praktikum Dasar Agroteknologi
Pada tanggal Januari 2011
Dosen Pembimbing
(Dr.Ir. Tyastuti Nugraheni, M.P)
Yogyakarta,13 Januari 2011
Co. ast Praktikan
(Wisnu) (Penyusun)
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatdan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktikum
Dasar-Dasar Agroteknologi.
Laporan ini disusun
guna untuk memenuhi persyaratan agar dapat mengikuti responsi Dasar-dasar
Agroteknoogi dan lulus pada Mata kuliah Dasar-dasar Agroteknologi fakultas
Agroindustri universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan laporan
ini tidak lepas dari bantuan yang berasal dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu
Ir. Tyastuti Nugraheni M. P. selaku
dosen pengajar mata kuliah dasar-dasar Agroteknologi.
2. Mas
Wisnu sebagai Co.ast yang telah membantu kelancaaran jalannya praktikum dasar
agroteknologi
3. Pengelola
Laboratorium dasar agronomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
4. Semua
pihak yang telah banyak membantu penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan
laporan ini penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, maka
dari itu penulis senantiasa menerima saran dan kritik yang bersifat membangun
sehingga memperbaiki dan menyempurnakan laporan ini.
Yogyakarta, Januari 2011
Praktikan
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman judul ................................................................................................ i
Halaman Pengesahan .................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................ iii
Daftar Isi ............................................................................................................ iv
BAB I. Pendahuluan ................................................................................................ 1
A.
Latar Belakang .................................................................................... 1
B.
Tujuan ................................................................................................ 1
BAB II.Tinjauan Pustaka .................................................................................... 2
A.
Klasifikasi Kedelai .................................................................................... 2
B.
Morfologi Kedelai .................................................................................... 3
C.
Tentang Kedelai .................................................................................... 6
D.
Jarak Tanam ................................................................................................ 13
BAB III.Metode ................................................................................................ 15
A. Waktu
dan Tempat .................................................................................... 15
B. Alat
dan Bahan .................................................................................... 15
C. Prsedur
Kerja .................................................................................... 16
BAB IV.Hasil dan Pembahasan ........................................................................ 17
A.
Hasil ............................................................................................................ 17
B.
Pembahasan ................................................................................................ 22
Kesimpulan ............................................................................................................ 26
Daftar Pustaka ................................................................................................ 27
Lampiran ................................................................................................... 28
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang
memiliki sumberdaya alam berupa lahan yang relatif cukup luas dan subur. Dengan
iklim, suhu dan kelembaban yang cocok untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman
pangan pokok, maka hampir seluruh tanaman pangan pokok tersebut (biji-bijian,
umbi-umbian dan kacang-kacangan asli Indonesia) dapat tumbuh dengan relatif
baik. Salah satu jenis tanaman pangan yang sangat dibutuhkan oleh sebagian
besar penduduk Indonesia adalah tanaman kedelai (Glysine max (L) Merril).
Kedelai merupakan salah satu mata dagangan yang pasokannya di Indonesia semakin
cenderung tidak dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri sendiri.
Budidaya tanaman kedelai di masa depan
perlu menyusun perencanaan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan-bahan
kimia, dengan menerapkan teknologi yang akrab lingkungan, yaitu penerapan
teknologi bio-plus. Dengan penerapan teknologi yang lebih maju dan mengurangi
bahan-bahan kimia ini, dalam rangka mendapatkan hasil yang maksimal jika
dibudidayakan dalam kondisi lingkungan yang intensif dan sesuai dengan
pertumbuhannya.
Salah satu faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kedelai adalah jarak
tanam. Maka pada praktikum ini dilakukan berbagai macam perlakuan jarak tanam
pada budidaya tanaman kedelai Varietas Anjasmara.
B. Tujuan Praktikum
1. Mengamati dan
mempelajari penentuan indeks luas daun pada tanaman kedelai.
2. Mengamati dan
mempelajari penentuan intensitas cahaya pada tanaman kedelai.
3. Mengamati dan
menentukan bobot basah dan bobot kering pada tanaman kedelai.
4. Mengetahui pengaruh
jarak tanam terhadap pertumbuhan kedelai varietas Anjasmara.
5. Mengetahui jarak
tanam terbaik bagi pertumbuhan kedelai varietas Anjasmara.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Klasifikasi Kedelai
Tanaman kedelai adalah tanaman asli
daratan Cina, tanaman ini sudah ada sekitar 2500 SM. Seiring dengan
berkembangnya perdagangan di dunia, maka kedelai pun menyebar ke berbagai
wilayah seperti Australia, Jepang, Korea, India, Amerika dan Indonesia. Pada awal
abad ke-16 kedelai mulai dikenal di Indonesia yang mula-mula dikenal dipulau
Jawa, lalu menyebar ke Bali, Nusa Tenggara dan pulau-pulau lainnya.
Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Fabales
Family : Fabaceae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.)
Kedelai mempunyai susunan genom diploid (2n) dengan 20 pasang kromosom,
beberapa jenis liar kedelai juga mempunyai 20 pasang kromosom. Kedelai yang
ditanam sekarang diperkirakan berasal dari jenis liar Glycine soja = Glycine
ussuriensis. Glycine soja mempunyai bentuk polong dan biji yang
hampir sama dengan kedelai biasa, tetapi tumbuhnya merambat dan kulit bijinya
sangat tebal, sehingga embrio dan keping bijinya terlindungi dengan baik
(Departemen Pertanian, 1990).
B. Morfologi
Tanaman Kedelai
Tanaman
kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan
merupakan
tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh
komponen
utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga
pertumbuhannya
bisa optimal.
1.
Akar
Kedelai berakar
tunggang, pada tanah subur dan gembur akar dapat tumbuh sampai kedalaman 150
cm. Pada akar kedelai terdapat bintil akar yang merupakan koloni-koloni dari
bakteri Rhizobium japonicum. Pada tanah-tanah yang telah mengandung
bakteri Rhizobium, bintil akar mulai terbentuk pada umur 15 – 20 hari setelah
tanam. Pada tanah yang belum pernah ditanam kedelai bakteri Rhizobium tidak
terdapat dalam tanah sehingga bintil akar tidak terbentuk (Departemen
Pertanian, 1990).
2.
Batang dan cabang
Pertumbuhan
batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan
indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas
keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate
ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga.
Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang
tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga. Jumlah
buku pada batang tanaman dipengaruhi oleh tipe tumbuh batang dan periode
panjang penyinaran pada siang hari. Pada kondisi normal, jumlah buku berkisar
15-30 buah (http://pustaka.unpad.ac.id, 2009).
3.
Daun
Daun primer
sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliate) dan
bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak bersebrangan pada buku pertama di atas
kotiledon. Daun-daun berikutnya yang terbetuk pada batang utama dan pada cabang
ialah daun bertiga (trifoliate), namun adakalanya terbentuk daun
berempat atau daun berlima. Bentuk anak daun beragam, dari bentuk telur hingga
lancip (Hidayat, 1985).
4.
Bunga
Bunga kedelai
menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun
yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat
beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai.
Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku
yang lebih tinggi. Setiap ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup bunga dan
dapat berkembang menjadi polong disebut sebagai buku subur. Periode berbunga
pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3
minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia. Jumlah bunga pada tipe batang
determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate.
Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan
ungu (http://pustaka.unpad.ac.id, 2009).
5.
Polong dan biji
Buah kedelai berbentuk polong, jumlah biji sekitar 1-4 tiap polong.
Polong berbulu berwarna kuning kecoklat-coklatan atau abu-abu. Dalam proses
pematangan warna polong berubah menjadi lebih tua, warna hijau menjadi
kehitaman, keputihan atau kecoklatan (Departemen Pertanian,1990).
Biji kedelai
terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada
kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat,
hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang
terbentuk pada saat proses pembentukan biji Warna kulit biji bervariasi, mulai
dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau kombinasi campuran dari warna-warna
tersebut. Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses
pembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji
tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13% (http://pustaka.unpad.ac.id,
2009).
6.
Bintil akar dan Fiksasi Nitrogen
Tanaman kedelai
dapat mengikat nitrogen (N2) di atmosfer melalui
aktivitas
bekteri pengikat nitrogen, yaitu Rhizobium japonicum. Bakteri ini
terbentuk di
dalam akar tanaman yang diberi nama nodul atau bintil akar.
Keberadaan Rhizobium
japonicum di dalam tanah memang sudah ada
karena tanah
tersebut ditanami kedelai atau memang sengaja
ditambahkan ke
dalam tanah. Nodul atau bintil akar tanaman kedelai
umumnya dapat
mengikat nitrogen dari udara pada umur 10 – 12 hari
setelah tanam,
tergantung kondisi lingkungan tanah dan suhu.
Kelembaban tanah
yang cukup dan suhu tanah sekitar 25°C sangat
mendukung
pertumbuhan bintil akar tersebut. Perbedaan warna hijau
daun pada awal
pertumbuhan (10 – 15 hst) merupakan indikasi efektivitas
Rhizobium
japonicum. Namun demikian, proses pembentukan
bintil akar
sebenarnya sudah
terjadi mulai umur 4 – 5 hst, yaitu sejak terbentuknya
akar tanaman.
Pada saat itu, terjadi infeksi pada akar rambut yang
merupakan titik
awal dari proses pembentukan bintil akar. Oleh karena itu,
semakin banyak
volume akar yang terbentuk, semakin besar pula
kemungkinan
jumlah bintil akar atau nodul yang terjadi.
Kemampuan
memfikasi N2 ini akan bertambah seiring dengan
bertambahnya
umur tanaman, tetapi maksimal hanya sampai akhir masa
berbunga atau
mulai pembentukan biji. Setelah masa pembentukan biji,
kemampuan bintil
akar memfikasi N2 akan menurun bersamaan dengan
semakin
banyaknya bintil akar yang tua dan luruh. Di samping itu, juga
diduga karena
kompetisi fotosintesis antara proses pembentukan biji
dengan aktivitas
bintil akar.
Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi efektivitas inokulasi. Oleh
karena inokulan
berisi organisme hidup maka harus terlindung dari
pengaruh sinar
matahari langsung, suhu tinggi, dan kondisi kering karena
dapat menurunkan
populasi bakteri dalam media inokulan sebelum
diaplikasikan.
Bila perlu, inokulan dapat disimpan dalam lemari es pada
suhu 4°C sebelum
digunakan. Inokulan yang baik akan berisi sebanyak
105 – 107 sel/gr
bahan pembawa. Pada waktu aplikasi bakteri Rhizobium
japonicum
ini, tidak diberikan bersamaan dengan fungisida
karena
fungisida banyak
mengandung logam berat yang dapat mematikan
bakteri.
Sementara penggunaan herbisida tidak banyak pengaruhnya
terhadap jumlah
dan aktivitas bakteri ini.
Ada beberapa
metode aplikasi bakteri, yaitu pelapisan biji (slurry
method),
metode sprinkle, metode tepung (powder method), dan metode
inokulasi tanah.
Inokulasi biji dengan bakteri Rhizobium japonicum
umumnya paling
sering dilakukan di Indonesia, yaitu dengan takaran 5 – 8
g/kg benih
kedelai. Mula-mula biji kedelai dibasahi dengan air
secukupnya,
kemudian diberi bubukan bakteri Rhizobium japonicum
sehingga bakteri
tersebut dapat menempel di biji. Bakteri tersebut
kemudian dapat
melakukan infeksi pada akar sehingga terbentuk nodul
atau bintil
akar. Bahan pembawa bakteri pada inokulasi biji ini umumnya
berupa humus
(peat).
Tanaman kedelai
dikenal sebagai sumber protein nabati yang murah
karena kadar
protein dalam biji kedelai lebih dari 40%. Semakin besar
kadar protein
dalam biji, akan semakin banyak pula kebutuhan nitrogen
sebagai bahan
utama protein. Dilaporkan bahwa untuk memperoleh hasil
biji 2,50
ton/ha, diperlukan nitrogen sekitar 200 kg/ha. Dari jumlah
tersebut,
sekitar 120 – 130 kg nitrogen dipenuhi dari kegiatan fiksasi
nitrogen.
Pemupukan
nitrogen sebagai starter pada awal pertumbuhan kedelai
perlu dilakukan
untuk pertumbuhan dalam 1 minggu pertama. Pada
keadaan
tersebut, akar tanaman belum berfungsi sehingga tambahan
nitrogen
diharapkan dapat merangsang pembentukan akar. Hal ini akan
membuka
kesempatan pembetukan bintil akar. Selain itu, sistem
perkecambahan
kedelai berupa epigeal sehingga persediaan makanan di
dalam kotiledon
lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan awal
vegetatif dan
seringkali nitrogen yang dibutuhkan tidak tercukupi. Namun
demikian, bila
penggunaan pupuk nitrogen terlalu banyak, akan menekan
jumlah dan
ukuran bintil akar sehingga akan mengurangi efektivitas
pengikatan N2
dari atmosfer.
C. Tentang
Kedelai
1.
Stadia Pertumbuhan Kedelai:
Pengetahuan tentang stadia pertumbuhan
tanaman kedelai sangat
penting, terutama bagi para pengguna
aspek produksi kedelai. Hal ini
terkait dengan jenis keputusan yang akan
diambil untuk memperoleh
pertumbuhan yang optimal dengan tingkat
produksi yang maksimal dari
tanaman kedelai, misalnya waktu
pemupukan, penyiangan, pengendalian
hama dan penyakit, serta penentuan waktu
panen.
Ø Stadia
pertumbuhan vegetatif
Stadia
pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman mulai muncul ke
permukaan tanah
sampai saat mulai berbunga. Stadia perkecambahan
dicirikan dengan
adanya kotiledon, sedangkan penandaan stadia
pertumbuhan
vegetatif dihitung dari jumlah buku yang terbentuk pada
batang utama.
Stadia vegetatif umumnya dimulai pada buku ketiga
Ø Stadia
pertumbuhan reproduktif
Stadia
pertumbuhan reproduktif (generatif) dihitung sejak tanaman
kedelai mulai
berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji,
dan pemasakan
biji.
2. Tipe Perkecambahan
Kecambah kedelai
tergolong epigeous artinya keping biji muncul diatas tanah. Warna hipokotil
yaitu bagian batang kecambah dibawah keping berwarna ungu atau hijau dan
berhubungan dengan warna bunga, sedangkan yang berhipokotil hijau berbunga
putih dan yang berhipokotil ungu berbunga ungu (Departemen Pertanian, 1990).
3. Lingkungan
Tumbuh
Tanah dan iklim merupakan dua komponen
lingkungan tumbuh
yang berpengaruh pada pertumbuhan
tanaman kedelai. Pertumbuhan
kedelai tidak bisa optimal bila tumbuh
pada lingkungan dengan salah satu
komponen lingkungan tumbuh optimal. Hal
ini dikarenakan kedua
komponen ini harus saling mendukung satu
sama lain sehingga
pertumbuhan kedelai bisa optimal.
Ø Tanah
Tanaman
kedelai umumnya mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah.
Tanaman kedelai umumnya menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang,
serta memiliki saluran draenase yang memadai atau baik untuk pertanaman dan
juga tanaman kedelai peka terhadap kondisi tanah salin (Rubattzky dan
Yamaguchi, 1998).
Tanaman
kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi tanah
yang cukup baik serta air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman
kedelai dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atau
andosol. Pada tanah yang kurang subur (miskin unsur hara) dan jenis tanah
podsolik merah-kuning, perlu diberi pupuk organik dan pengapuran
(http://www.deptan.go.id/teknologi/tp/tkedele4.htm, 2008).
Kedelai termasuk
tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai agroklimat, menghendaki tanah
yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat. Tanaman kedelai dapat
tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung bahan organik dan pH antara 5,5-7
(optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung cukup air tapi tidak sampai tergenang
(Departemen Pertanian, 1996).
Ø Iklim
Hal
yang terpenting pada aspek distribusi curah hujan yaitu jumlahnya merata
sehingga kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat terpenuhi. Jumlah air yang
digunakan oleh tanaman kedelai tergantung pada kondisi iklim pada umumnya
kebutuhan air pada tanaman kedelai berkisar 350 – 450 mm selama masa
pertumbuhan kedelai. Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting
karena akan berpengaruh pada proses pertumbuhan Selama masa stadia pengisian
polong serta pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang
kering agar diperoleh kualitas biji yang baik (http://pustaka.unpad.ac.id,
2009).
Kedelai
paling baik ditanam di ladang dan persawahan antara musim kemarau dan musim
hujan. Sedang rata-rata curah hujan tiap tahun yang cocok bagi kedelai adalah
kurang dari 200 mm dengan jumlah bulan kering 3-6 bulan dan hari hujan berkisar
antara 95-122 hari selama setahun (http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.,
2008).
Kedelai
merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan berbunga bila lama penyinaran
(panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas mempunyaia panjang hari
kritik. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritik, maka kedelai akan
berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua varietas kedelai dapat
berbunga dan tergantung dari varietasnya, umumnya berbunga beragam dari 20
hingga 60 hari setelah tanam. Apabila lama penyinaran melebihi periode kritik,
tanaman tersebut akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya tanpa berbunga
(Baharsjah, dkk, 1985).
a. Suhu
Tanaman kedelai
dapat tumbuh pada kondisi suhu yang
beragam. Suhu
tanah yang optimal dalam proses
perkecambahan
yaitu 30°C. Bila tumbuh pada suhu tanah yang
rendah
(<15°C), proses perkecambahan menjadi sangat lambat,
bisa mencapai 2
minggu. Hal ini dikarenakan perkecambahan
biji tertekan
pada kondisi kelembaban tanah tinggi. Sementara
pada suhu tinggi
(>30°C), banyak biji yang mati akibat respirasi
air dari dalam
biji yang terlalu cepat.
Disamping suhu
tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh
terhadap
perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan
sekitar 40°C
pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut
akan rontok
sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang
terbentuk juga
menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah
(10°C), seperti
pada daerah subtropik, dapat menghambat
proses
pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu
lingkungan
optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25°C.
b. Panjang hari (photoperiode)
Tanaman kedelai
sangat peka terhadap perubahan panjang hari
atau lama
penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk
tanaman “hari
pendek”. Artinya, tanaman kedelai tidak akan
berbunga bila
panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15 jam
perhari. Oleh
karena itu, bila varietas yang berproduksi tinggi
dari daerah
subtropik dengan panjang hari 14 – 16 jam ditanam
di daerah tropik
dengan rata-rata panjang hari 12 jam maka
varietas
tersebut akan mengalami penurunan produksi karena
masa bunganya
menjadi pendek, yaitu dari umur 50 – 60 hari
menjadi 35 – 40
hari setelah tanam. Selain itu, batang tanaman
pun menjadi
lebih pendek dengan ukuran buku subur juga lebih
pendek.
Perbedaan di
atas tidak hanya terjadi pada pertanaman kedelai
yang ditanam di
daerah tropik dan subtropik, tetapi juga terjadi
pada tanaman
kedelai yang ditanam di dataran rendah (<20 m
dpl) dan dataran
tinggi (>1000 m dpl). Umur berbunga pada
tanaman kedelai
yang ditanam di daerah dataran tinggi mundur
sekitar 2-3 hari
dibandingkan tanaman kedelai yang ditanam di
datarn rendah.
Kedelai yang
ditanam di bawah naungan tanaman tahunan,
seperti kelapa,
jati, dan mangga, akan mendapatkan sinar
matahari yang
lebih sedikit. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa naungan
yang tidak melebihi 30% tidak banyak
berpengaruh
negatif terhadap penerimaan sinar matahari oleh
tanaman kedelai.
c. Distribusi curah hujan
Hal yang
terpenting pada aspek distribusi curah hujan yaitu
jumlahnya merata
sehingga kebutuhan air pada tanaman
kedelai dapat
terpenuhi. Jumlah air yang digunakan oleh
tanaman kedelai
tergantung pada kondisi iklim, sistem
pengelolaan
tanaman, dan lama periode tumbuh. Namun
demikian, pada
umumnya kebutuhan air pada tanaman kedelai
berkisar 350 –
450 mm selama masa pertumbuhan kedelai.
Pada saat
perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting
karena akan
berpengaruh pada proses pertumbuhan.
Kebutuhan air
semakin bertambah seiring dengan
bertambahnya
umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi
pada saat masa
berbunga dan pengisian polong. Kondisi
kekeringan
menjadi sangat kritis pada saat tanaman kedelai
berada pada
stadia perkecambahan dan pembentukan polong.
Untuk mencegah
terjadinya kekeringan pada tanaman kedelai,
khususnya pada
stadia berbunga dan pembentukan polong,
dilakukan dengan
waktu tanam yang tepat, yaitu saat
kelembaban tanah
sudah memadai untuk perkecambahan.
Selain itu, juga
harus didasarkan pada pola distribusi curah
hujan yang
terjadi di daerah tersebut. Tanaman kedelai
sebenarnya cukup
toleran terhadap cekaman kekeringan karena
dapat bertahan
dan berproduksi bila kondisi cekaman
kekeringan
maksimal 50% dari kapasitas lapang atau kondisi
tanah yang
optimal.
Selama masa stadia
pemasakan biji, tanaman kedelai
memerlukan
kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh
kualitas biji
yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan
mendorong proses
pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji
yang seragam.
4.
Varietas
Varietas adalah kelompok tanaman dalam jenis atau spesies tertentu yang
dapat dibedakan dari kelompok lain berdasarkan suatu sifat atau sifat-sifat
tertentu (Nurhayati, 2005).
Menggunakan varietas unggul merupakan syarat utama dalam me ningkatkan
produksi kedelai. Tersedianya varietas unggul yang variasi sangat guna bagi
petani untuk mengganti varietas antar musim dan juga mencegah petani menanam
satu varietas secara terus menerus dan juga dapat mengoptimalisasikan serangan
hama (Gani, 2000).
Setiap varietas adalah spesifik dapat menghasilkan produksi yang
optimal jika ditanam pada area geografis yang sesuai. Melihat sifat-sifat
berbagai varietas unggul, serta adanya pengaruh geografis suatu daerah terhadap
perkembangan kedelai, maka disuatu daerah yang memiliki ketinggian tertentu
hanya bisa ditanam dan dikembangkan varietas tertentu pula (Andrianto dan
Indarto, 2004).
Jika perbedaan antara dua individu yang mempunya faktor lingkungan sama
dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari faktor genotipe kedua tanaman
tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama para pemulia tanaman,
karena dengan melalui pengelolaan yang tepat dapat dihasilkan varietas baru
yang lebih baik (Welsh, 2005).
Varietas-varietas kedelai yang dianjurkan mempunyai kriteria-kriteria
tertentu, misalnya umur panen, produksi per hektar, daya tahan terhadap hama
dan penyakit. Varietas-varietas ini diharapkan sesuai dengan keadaan tempat
yang akan ditanami. Dengan ditemukannya varietas-varietas baru (unggul) melalui
seleksi galur atau persilangan (crossing), di harapkan varietas dapat di
pertanggungjawabkan baik dalam hal produksi, umur produksi, maupun daya tahan
terhadap hama dan penyakit (Andrianto dan Indarto, 2004).
5.
Keragaman Genetik
Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu
mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari bahan
tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama di tanaman pada
lingkungan yang berbeda dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman
tersebut maka hal ini dapat di katakan oleh bawaan genetik dari tanaman
bersangkutan (Sitompul dan Guritno, 1995).
Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali
mereka berada pada lingkungan yang sesuai. Keragaman yang diamati terhadap
sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang di bawa oleh
individu yang berlainan dan terhadap variabilitas didalam sifat yang lain,
pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada
(Allard, 2005).
Pemahaman variabilitas untuk karakter merupakan hal yang sangat penting
di lakukan untuk efisiensi prosedur pemuliaan. Variasi genetik merupakan hal
yang menentukan apakah suatu karakter dapat diperbaiki atau tidak. Oleh sebab
itu studi varian dan heritabilitas tidak dapat terpisahkan dari suatu pengujian
galur-galur harapan (Rahmadi dkk, 1990).
Pendugaan nilai varian genetik dan nilai duga heritabilitas suatu sifat
akan bervariasi tergantung kepada faktor lingkungan. Adanya varian genetik yang
berarti terdapatnya perbedaan nilai genotipe individu-individu suatu populasi,
merupakan syarat agar seleksi terhadap populasi tersebut berhasil seperti yang
diharapkan (Murdaningsih dkk, 1990).
6.
Heritabilitas
Heritabilitas merupakan rasio antara keragaman aditif dan keragaman
fenotipe. Fungsi penting dari heritabilitas adalah bersifat prediktif pada
generasi berikutnya. Nilainya dapat memperlihatkan nilai fenotipe yang pada
akhirnya dapat digunakan sebagai breeding value (http://www.digilib.ui.ac.id,
2010)
Heritabilitas menyatakan perbandingan atau bagian varian genetik
terhadap varian total di nyatakan dengan persen (%). Sesuai dengan komponennya
heritabilitas dapat di bedakan dalam tiga kategori heritabilitas dalam arti
luas, heritabilitas dalam arti sedang, dan heritabilitas dalam arti sempit.
Heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara varian genetik
total dan varian fenotipe (Mangoendidjojo, 2003).
Heritabilitas dapat digunakan sebagai parameter dalam seleksi pada
lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan gambaran apakah suatu
karakter lebih di pengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai
heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih berperan di
bandingkan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai heritabilitas tinggi maka
sifat tersebut akan mudah di wariskan pada keturunan berikutnya (Alnopri,
2004).
kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas
tinggi > 0,5; heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5 dan heritabilitas rendah<
0,2. Jika heritabilitas kurang dari satu, maka nilai tengah dari keturunan
dalam hubungannya dengan nilai tengah induk-induknya, terjadi regresi ke arah
nilai tengah generasi sebelumnya. Jika heritabilitas itu adalah 0,5 maka nilai
tengah keturunan beregresi 50% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya, jika
heritabilitas itu adalah 0,25 maka nilai tengah keturunan beregresi 75% ke arah
nilai tengah generasi sebelumnya. Jadi jika heritabilitas = 100%, maka sama
dengan persentase regresi (Stansfield, 1991).
Variasi
keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi genotipe dan
pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam
program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini diharapkan terjadi
kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh
perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti yang luas
adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis. Nilai
heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila
seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai
1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai
heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 1991).
D. Tentang Jarak Tanam
Jarak tanam pada penanaman dengan membuat tugalan berkisar antara 20-40
cm. Jarak tanam yang biasa dipakai adalah 30 x 20 cm, 25 x 25 cm, atau 20 x
20 cm.
Jarak tanam hendaknya teratur, agar tanaman memperoleh ruang tumbuh yang
seragam dan mudah disiangi. Jarak tanam kedelai tergantung pada tingkat
kesuburan tanah dan sifat tanaman yang bersangkutan. Pada tanah yang subur,
jarak tanam lebih renggang, dan sebaliknya pada tanah tandus jarak tanam
dapat dirapatkan.
Jika areal luas dan pengolahan tanah dilakukan dengan pembajakan, penanaman benih dilakukan menurut alur bajak sedalam kira-kira 5 cm. Sedangkan jarak jarak antara alur yang satu dengan yang lain dapat dibuat 50-60 cm, dan untuk alur ganda jarak tanam dibuat 20 cm. Sistem penanaman yang biasa dilakukan adalah: a) Sistem tanaman tunggal
Dalam sistem ini, seluruh lahan ditanami kedelai dengan tujuan memperoleh
produksi kedelai baik mutu maupun jumlahnya. Kedelai yang ditanam dengan
sistem ini, membutuhkan lahan kering namun cukup mengandung air, seperti
tanah sawah bekas ditanami padi rendeng dan tanah tegalan pada permulaan
musim penghujan. Kelebihan lainnya ialah memudahkan pemberantasan hama dan
penyakit. Kelemahan sistem ini adalah: penyebaran hama dan penyakit kedelai
relatif cepat, sehingga penanaman kedelai dengan sistem ini memerlukan
perhatian khusus. Jarak tanam kedelai sebagai tanaman tunggal adalah: 20 x 20
cm; 20 x 35 cm atau 20 x 40 cm.
b) Sistem tanaman campuran
Dengan sistem ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Umur tanaman tidak jauh berbeda.
2. Tanaman yang satu tidak mempunyai sifat mengalahkan tanaman yang liar.
3. Jenis hama dan penyakit sama atau salah satu tanaman tahan terhadap hama dan penyakit. 4. Kedua tanaman merupakan tanaman palawija, misalnya kedelai dengan kacang tunggak/ kacang tanah, kedelai dengan jagung, kedelai dengan ketela pohon. c) Sistem tanaman tumpangsari Sistem ini biasa diterapkan pada tanah yang mendapat pengairan terus menerus sepanjang waktu, misalnya tanah sawah yang memiliki irigasi teknis. Untuk mendapatkan kedelai yang bermutu baik, biasanya kedelai ditanam bersamaan. Pemilihan waktu tanam kedelai ini harus tepat, agar tanaman yang masih muda tidak terkena banjir atau kekeringan. Karena umur kedelai menurut varietas yang dianjurkan berkisar antara 75-120 hari, maka sebaiknya kedelai ditanam menjelang akhir musim penghujan, yakni saat tanah agak kering tetapi masih mengandung cukup air. Waktu tanam yang tepat pada masing-masing daerah sangat berbeda. Sebagai pedoman: bila ditanam di tanah tegalan, waktu tanam terbaik adalah permulaan musim penghujan. Bila ditanam di tanah sawah, waktu tanam paling tepat adalah menjelang akhir musim penghujan. Di lahan sawah dengan irigasi, kedelai dapat ditanam pada awal sampai pertengahan musim kemarau. |
BAB IV
MATERI
DAN METODE
A. Waktu
dan Tempat
Praktikum
Dasar-Dasar Agroteknologi ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu pada bulan November 2012 sampai dengan bulan
Januari 2013. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Universitas
Mercu Buana Yogyakarta dan di Kebun Percobaan Universitas Mercu Buana
Yogyakarta yang bertempat di Desa Gunung Bulu.
- Alat dan
Bahan
·
Alat
- Cangkul
- Sekop
- Penggaris
- Meteran
- Luxmeter
- Milimeter
block
- Hand
counter
- Timbangan
Ohaus
- Gunting
- Sabit
- Gembor
·
Bahan
1.
Benih kedelai
2.
Pupuk Urea
3.
Pupuk TSP
4.
Pupuk KCl
5.
Sampel daun kedelai
B. Cara Kerja
1.
Penanaman
a.
Disiapkan lahan tanam, setiap petak berukuran 2 m x 3 m.
b.
Dibuat bedengan pada setiap bedengan tersebut.
c.
Dibuat lubang tanam, dengan jarak tanam 10 cm x 10 cm, 20 cm x 20 cm,
dan 30 cm x 30 cm.Masing-masing jarak tanam tersebut, dibuat pada 3 petak
lahan.
d.
Ditanam benih kedelai pada lubang tanam yang telah tersedia.
e.
Pada setiap lubang tanam berisi 2 benih kedelai.
f.
Dilakukan pemupukan dasar pada tiap petakdengn ppuk kandang dengan
kebutuhan pupuk 3 kg/6
.dan
diberi pupuk anorganik Masing-masing bedeng dengan dosis Urea 30 gram/
,
KCL 60 gram/
,
dan TSP 120 gram/
g.
Dilakukan pengamatan secara periodic setiap minggu sekali.
h.
Dilakukan pemupukan susulan.
i.
Dilakukan perhitungan dan pengukuran terhadap Indeks Luas Daun,
Intensitas Cahaya, serta penimbangan bobot basah dan bobot kering.
1.
Pengukuran Intensitas Cahaya
a.
Disiapkan alat-alat yang akan digunakan.
b.
Dilakukan pengukuran intensitas cahaya di atas
kanopi.
c.
Dilakukan pengukuran intensitas cahaya di bawah
kanopi.
d.
Dihitung persentase intensitas cahaya pada tiap
petak lahan.
2.
Penimbangan Bobot Basah dan Bobot Kering
a.
Diambil semua tanaman yang menjadi sampel pada tiap
pengamatan, sampai ke akar-akarnya.
b.
Ditimbang tanaman tersebut dengan timbangan Ohaus,
untuk menentukan bobot basah dari tanaman tersebut.
c.
Dilakukan pengovenan pada tanaman yang telah kering
tersebut dengan
suhu konstan 93oC.
d.
Ditentukan bobot keringnya, dengan menimbang
menggunakan timbangan Ohaus.
e.
Dihitung rata-ratanya pada tiap petak lahan.
BAB
V
HASIL
PENGAMATAN
A. TINGGI TANAMAN
NO
|
PETAK
|
3 MST
|
4 MST
|
5 MST
|
6MST
|
1
|
K1 I
|
18
|
31,6
|
52
|
66,7
|
2
|
K2 I
|
23,6
|
55,6
|
80
|
93,16
|
3
|
K3 I
|
17,16
|
31,3
|
52,83
|
76,17
|
4
|
K1 II
|
21
|
33
|
53.7
|
68
|
5
|
K2 II
|
21
|
39
|
58
|
70
|
6
|
K3 II
|
22
|
40
|
64,67
|
67
|
7
|
K1 III
|
14,17
|
26
|
42,1
|
55,5
|
8
|
K2 III
|
23,26
|
42,16
|
60,96
|
70,95
|
9
|
K3 III
|
20,7
|
34,3
|
56,5
|
66,2
|
B. JUMLAH DAUN
NO
|
PETAK
|
3 MST
|
4 MST
|
5 MST
|
6 MST
|
1
|
K1 I
|
4
|
6
|
9
|
11
|
2
|
K2 I
|
4
|
5
|
6
|
7
|
3
|
K3 I
|
4
|
5
|
9
|
11
|
4
|
K1 II
|
5
|
8
|
10
|
16
|
5
|
K2 II
|
4
|
8
|
11
|
13,3
|
6
|
K3 II
|
4
|
8
|
10
|
13
|
7
|
K1 III
|
4
|
7
|
9
|
14
|
8
|
K2 III
|
4
|
6
|
7,3
|
7,3
|
9
|
K3 III
|
4
|
6.7
|
9.7
|
12.3
|
C.CAHAYA DATANG
NO
|
PETAK
|
3 MST
|
4 MST
|
5 MST
|
6 MST
|
1
|
K1 I
|
807
|
142
|
170
|
819
|
2
|
K2 I
|
383,3
|
467,3
|
170,3
|
1011
|
3
|
K3 I
|
726
|
180.3
|
206.67
|
1027.3
|
4
|
K1 II
|
587
|
170
|
181,6
|
1206
|
5
|
K2 II
|
833,67
|
138,33
|
252
|
1061
|
6
|
K3 II
|
785
|
219,6
|
213,67
|
1138,67
|
7
|
K1 III
|
763,4
|
127
|
186,4
|
886
|
8
|
K2 III
|
552,3
|
156,3
|
196,6
|
1052
|
9
|
K3 III
|
492
|
157.7
|
163
|
1120
|
D.CAHAYA YANG DI TERUSKAN
NO
|
PETAK
|
3 MST
|
4 MST
|
5 MST
|
6 MST
|
1
|
K1 I
|
689
|
98
|
50
|
55,5
|
2
|
K2 I
|
18,5
|
10,83
|
37,5
|
47,83
|
3
|
K3 I
|
480,83
|
47,33
|
9,17
|
17,17
|
4
|
K1 II
|
350,7
|
48
|
33,8
|
43
|
5
|
K2 II
|
351,16
|
12,83
|
4,67
|
787
|
6
|
K3 II
|
335,5
|
21,67
|
3,17
|
9
|
7
|
K1 III
|
505,4
|
62,4
|
29
|
61,17
|
8
|
K2 III
|
122,3
|
5,5
|
3,5
|
19,3
|
9
|
K3 III
|
261,5
|
28
|
32,3
|
15
|
E.BOBOT SEGAR DAN BOBOT KERING
KETERANGAN
|
BOBOT SEGAR TANAMAN
|
BOBOT KERING TANAMAN
|
||
4 MST
|
6 MST
|
4 MST
|
6 MST
|
|
K1 I
|
20,64
|
61,5
|
5,42
|
13,91
|
K2 I
|
24,7
|
45,
|
10,3
|
12,7
|
K3 I
|
24,025
|
63,16
|
6,04
|
12,05
|
K1 II
|
18.3
|
64.7
|
69.6
|
70.8
|
K2 II
|
9,8
|
6,53
|
||
K3 II
|
35,2
|
104,5
|
6,86
|
19,28
|
K1 III
|
18,1
|
84,5
|
4,05
|
16,75
|
K2 III
|
52,5
|
79,8
|
13,64
|
15,93
|
K3 III
|
18,9
|
66,85
|
5,85
|
14,85
|
F.LUAS DAUN
KETERANGAN
|
PENGAMATAN
|
|
5 MST
|
6 MST
|
|
K1 I
|
||
K2 I
|
||
K3 I
|
69,61
|
68,89
|
K1 II
|
6.2
|
17.3
|
K2 II
|
57
|
78,2
|
K3 II
|
75,25
|
77,5
|
K1 III
|
4.05
|
16.75
|
K2 III
|
45,00
|
58,93
|
K3 III
|
73,11
|
74,75
|
Keterangan:
a. K I (Jarak Tanam 30x30
cm)
b. K II (Jarak Tanam 10x10
cm)
c. K III (Jarak Tanam 20x20
cm)
G.PANJANG DAN LEBAR DAUN KEDELAI
PENGAMATAN 1
NO
|
Sampel
|
Daun
|
Urutan Daun
|
Panjang
|
Lebar
|
Luas
|
Y=a+bx
|
1
|
1
|
Atas
|
1
|
8
|
6
|
48
|
57,95
|
2
|
10
|
7
|
70
|
68,73
|
|||
3
|
8
|
5,5
|
44
|
55,99
|
|||
Tengah
|
1
|
10
|
7
|
70
|
68,73
|
||
2
|
11
|
7,5
|
82,5
|
74,855
|
|||
3
|
11
|
8,5
|
93,5
|
80,245
|
|||
Bawah
|
1
|
12
|
9
|
108
|
87,35
|
||
2
|
12
|
8
|
96
|
81,47
|
|||
3
|
11,5
|
7,5
|
86,25
|
76,6925
|
|||
2
|
2
|
Atas
|
1
|
11
|
7,5
|
82,5
|
74,855
|
2
|
9,5
|
7
|
66,5
|
67,015
|
|||
3
|
8,5
|
6,5
|
55,25
|
61,5025
|
|||
Tengah
|
1
|
12,5
|
8,5
|
106,25
|
86,4925
|
||
2
|
11
|
8
|
88
|
77,55
|
|||
3
|
11
|
8
|
88
|
77,55
|
|||
Bawah
|
1
|
12
|
9
|
108
|
87,35
|
||
2
|
13
|
9.5
|
123,5
|
94,945
|
|||
3
|
12
|
8
|
96
|
81,47
|
|||
3
|
3
|
Atas
|
1
|
7
|
5
|
35
|
51,58
|
2
|
6
|
4
|
24
|
46,19
|
|||
3
|
5,5
|
4
|
22
|
45,21
|
|||
Tengah
|
1
|
10,5
|
8,5
|
89,25
|
78,1625
|
||
2
|
9,5
|
7,5
|
71,25
|
69,3425
|
|||
3
|
9
|
7
|
63
|
65,3
|
|||
Bawah
|
1
|
12,5
|
8,5
|
106,25
|
86,4925
|
||
2
|
12,5
|
9
|
112,5
|
89,555
|
|||
3
|
12
|
8
|
96
|
81,47
|
PENGAMATAN II
No
|
Sampel
|
Daun
|
Urutan Daun
|
Panjang
|
Lebar
|
Luas
|
Y=a+bx
|
1
|
1
|
Atas
|
1
|
8
|
7,5
|
60
|
63,83
|
2
|
10
|
7,5
|
75
|
71,18
|
|||
3
|
8
|
6
|
48
|
57,95
|
|||
Tengah
|
1
|
10,5
|
8
|
84
|
75,59
|
||
2
|
11
|
7,5
|
82,5
|
74,855
|
|||
3
|
11
|
8,5
|
93,5
|
80,245
|
|||
Bawah
|
1
|
12
|
9
|
108
|
87,35
|
||
2
|
12
|
8
|
96
|
81,47
|
|||
3
|
12
|
7,5
|
90
|
78,53
|
|||
2
|
2
|
Atas
|
1
|
11
|
7,5
|
82,5
|
74,855
|
2
|
10
|
7,5
|
75
|
71,18
|
|||
3
|
10
|
6,5
|
65
|
66,28
|
|||
Tengah
|
1
|
13
|
8,5
|
110,5
|
88,575
|
||
2
|
12
|
8,5
|
102
|
84,41
|
|||
3
|
11
|
8
|
88
|
77,55
|
|||
Bawah
|
1
|
12
|
9
|
108
|
87,35
|
||
2
|
13
|
9,5
|
123,5
|
94,945
|
|||
3
|
12
|
8
|
96
|
81,47
|
|||
3
|
3
|
Atas
|
1
|
7
|
5
|
35
|
51,58
|
2
|
6
|
4
|
24
|
46,19
|
|||
3
|
6
|
4
|
24
|
46,19
|
|||
Tengah
|
1
|
11
|
8,5
|
93,5
|
80,245
|
||
2
|
10
|
8
|
80
|
73,63
|
|||
3
|
9
|
7
|
63
|
65,3
|
|||
Bawah
|
1
|
12,5
|
8,5
|
106,25
|
86,4925
|
||
2
|
12,5
|
9
|
112,5
|
89,555
|
|||
3
|
12
|
8
|
96
|
81,47
|
BAB VI
PEMBAHASAN
Dalam
praktikum agroteknologi ini kita mempelajari proses budidaya kedelai varietas Anjasmara
dan mengamati pertumbuhannya sejak dari penanaman, pemeliharaan, sampai
pengukuran luas daun. Adapun substansi dari pengamatan pertumbuhan kedelai
yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot basah dan bobot kering,
pengukuran cahaya datang dan cahaya diteruskan. Pada pembahasan ini akan
dibahas tentang pengaruh jarak tanam utamanya dalam substansi pengamatan
pertumbuhan kedelai.
Jarak tanam suatu tanam, sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut. Jarak tanam yang baik
adalah jarak tanam yang tidak terlalu sempit, tetapi juga tidak terlalu lebar.
Yang perlu diperhatikan adalah intensitas cahaya yang terserap oleh tanaman
tersebut. Jarak tanam yang terlalu sempit, mengakibatkan suatu tanaman tidak
dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik karena cahaya yang diserap oleh
tanaman tersebut tidak dapat sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh
tanaman tersebut. Hal ini terjadi karena cahaya yang seharusnya masuk dan
diserap oleh tanaman, terhalang oleh naungan-naungan disekitarnya dan oleh
lebatnya daun pada tanaman disekitarnya. Selain itu, jarak tanam yang terlalu
sempit menyebabkan tanaman-tanaman tersebut saling berebut makanan (unsure
hara) yang terkandung di dalam tanah, sehingga menyebabkan tanaman tidak dapat
tumbuh dengan optimal. Sedangkan jika jarak tanam suatu tanaman terlalu lebar,
intensitas cahaya yang diserap oleh suatu tanaman akan melebihi kebutuhan
tanaman tersebut, hal ini dapat menyebabkan tanaman menjadi mati, hangus,
maupun layu. Dari segi ekonomis,
penanaman dengan jarak tanam yang terlalu lebar, sangat merugikan. Karena,
pupuk dan unsure hara dalam tanah menjadi percuma, hal ini disebabkan karena
pupuk dan unsure hara tersebut telah melebihi kebutuhan tanaman.
Pada
minggu pertama didapatkan rata-rata tinggi tanaman pada jarak tanam 10x10
sebesar 19,6cm ,pada jarak tanam 20x20 adalah 19,3cm , dan untuk jarak tanam
30x30 sebesar 21 cm. Pada pengamatan ini dapat dilihat bahwa jarak tanam 30x30
menunjukkan pertumbuhan terbaik dan selalu mengalami peningkatan yang melonjak
naik seiring dengan perputaran waktu. Ini disebabkan karena pada jarak tanam
30x30 tanaman mendapatkan cukup ruang untuk memperoleh unsur hara yang
dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga asupan
nutrisinya tercukupi dan tumbuh dengan baik. Pada K2I dengan perlakuan jarak
tanam jarak tanam 10x10 cm dapat dilihat bahwa pertumbuhan terlalu tinggi
hingga mencapai 93,16 (6 MST) atau kurang ideal dibanding dengan pertumbuhan
tinggi kedelai dengan perlakuan jarak yang sama. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh 2 faktor yaitu faktor teknis seperti kesalahan pengukuran dimana tinggi
tanaman yang seharusnya diukur dari batang tanaman bagian bawah sampai sebelum
tunas apikal, namun diukur hingga pucuk tunas. Faktor yang kedua berasal dari
kondisi lingkunagn dimana pada jarak tanam yang sempit tanaman akan cenderung
kekurangan cahaya disebabkan jumlah tanaman yang banyak pada luasan yang sama
sehingga tanaman cenderung tumbuh keatas seperti pada peristiwa etiolasi.
Umumnya tanaman yang ditanam pada jarak terlalu sempit seperti ini akan
cenderung memperebutkan unsur hara dan kekurangan cahaya akibat banyaknya
tanaman yang ada pada luasan bedengan tersebut sehingga tanaman tumbuh tinggi
dan memiliki diameter batang yang kecil yang akan berakibat pada mudah robohnya
batang tersebut apabila terkena angin dan iklim yang kurang mendukung. Dan
pertumbuhan tanaman yang terlalu tinggi ini kurang baik karena tingginya bukan
normal karena pertumbuhan tapi karena kekurangan cahaya.
Jarak
tanam juga berpengaruh pada jumlah daun kedelai dimana daun merupakan organ
yang vital bagi tanaman karena merupakan asimilator dan membantu proses
fotosintesis, respirasi dan transpirasi. Terbukti dengan adanya peningkatan jumlah daun pada pengamatan 1,2,3
dan 4 yaitu 4,8,11,13 pada jarak tanam 30x30 cm. Ini merupakan pertumbuhan
terbaik jika dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam yang lain. Terdapat
korelasi antara tinggi tanaman dan jumlah daun. Dimana pada tanaman yang tinggi
dalam artian tinggi normal atau ideal bukan karena etiolase jumlah daun
cenderung akan semakin banyak karena persaingan dalam memperebutkan unsur hara
antar tanaman dapat diminimalisir pada jarak tanam 30x30. Sehingga energi hasil
fotosintesis dapat digunakan untuk pembuatan percabangan baru dan perbanyakan
jumlah daun.
Pengukuran intensitas cahaya
dilakukan pada dua tempat yang berbeda, yaitu di atas kanopi dan di bawah
kanopi. Hal ini dilakukan agar dapat digunakan sebagai perbandingan. Pada
pengukuran diatas kanopi, intensitas cahaya yang muncul akan lebih besar
daripada di bawah kanopi, karena terkena sinar matahari langsung. Sedangkan
pengukuran di bawah kanopi, hasil intensitas cahaya yang didapat akan lebih
sedikit, karena ternaungi oleh tanaman diatasnya. Hasil dari pengukuran
intensitas cahaya di atas kanopi dan di bawah kanopi tersebut, kemudian dihitung
agar mendapatkan persentase naungan pada tiap petak lahan. Umumnya besar cahaya
datang lebih tinggi dari cahaya diteruskan karena cahaya datang diukur dari
atas tanaman/ kanopi dimana lightmeter akan mendapatkan cahaya lebih banyak
sedangkan cahaya diteruskan diukur dari bawah kanopi sehingga prosentasenya
lebih kecil disebabkan intensitas cahaya dibawah kanopi lebih sedikit karena
terhalang tanaman-tanaman atau dedaunan disekitarnya.
Pengamatan
terhadap cahaya diteruskan ternyata semakin lama semakin sedikit. Hal ini
dikarenakan tanaman semakin lama semakin tumbuh dan berkembang menjadi besar.
Daun-daun juga melebar sehingga kapasitas cahaya diteruskan dari suatu tanaman
semakin sedikit.
Bobot
basah digunakan untuk mengetahui kadar air dari tanaman sedangkan bobot kering
digunakan untuk mengetahui hasil fotosintesis tanaman saat tanaman mencapai
fase pertumbuhan maksimal. Dari hasil pengamatan ditemukan bahwa hasil
fotosintesis terbanyak dihasilkan oleh tanaman pada perlakuan jarak tanam 30x30
cm. Karena dengan jarak tanam ini tanaman memiliki cukup ruang untuk menyerap
nutrisi sehingga fotosintesis berjalan lancar. Daun yang terbentuk juga banyak
sehingga energi hasil fotosintesis juga banyak.
Jarak tanam suatu tanaman sangat
berpengaruh terhadap Indeks Luas Daun(ILD)
tanaman tersebut. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diperoleh hasil
perhitungan ILD dari masing-masing jarak tanam tersebut. Dimana pada jarak
tanam yang sempit maka ILD akan kecil karena unsur hara yang diserap hanya
sedikit sehingga daun kecil tidak bisa tumbuh. Berdasarkan hasil perhitungan
tersebut, dapat diambil kesimpulan, bahwa dari ketiga jarak tanam tersebut
(10x10 cm, 20x20 cm, 30x30 cm), yang paling baik adalah pada jarak tanam 30 cm
x 30 cm. Hal ini dapat terjadi karena jarak tanam tersebut merupakan jarak
tanam yang proposional dalam penanaman tanaman kedelai varietas Arjuna ini,
sehingga kebutuhan pupuk pada tanaman kedelai yang ditanamnya dapat terpenuhi.
Jarak tanam yang terlalu sempit, mengakibatkan suatu tanaman tidak dapat
bertumbuh dan berkembang dengan baik karena cahaya yang diserap oleh tanaman
tersebut tidak dapat sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh tanaman
tersebut. Hal ini terjadi karena cahaya yang seharusnya masuk dan diserap oleh
tanaman, terhalang oleh naungan-naungan disekitarnya dan oleh lebatnya daun
pada tanaman disekitarnya. Selain itu, jarak tanam yang terlalu sempit
menyebabkan tanaman-tanaman tersebut saling berebut makanan (unsure hara) yang
terkandung di dalam tanah, sehingga menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh
dengan optimal. Sedangkan jika jarak tanam suatu tanaman terlalu lebar,
intensitas cahaya yang diserap oleh suatu tanaman akan melebihi kebutuhan
tanaman tersebut, hal ini dapat menyebabkan tanaman menjadi mati, hangus,
maupun layu. Dari segi ekonomis,
penanaman dengan jarak tanam yang terlalu lebar, sangat merugikan. Karena,
pupuk dan unsure hara dalam tanah menjadi percuma, hal ini disebabkan karena
pupuk dan unsure hara tersebut telah melebihi kebutuhan tanaman.
Selain disebabkan oleh pengaruh
jarak tanam, ternyata ada beberapa pertumbuhan kedelei yang ditanam pada jarak
tanam yang sama namun terjadi perbedaan yang signifikan seperti pada
pertumbuhan tinggi K2 I yang mengalami kesenjangan dengan sesamanya yang
sama-sama memiliki jarak tanam yang sama, serta data luas daun kedelai yang memili perbedaan tiap
kelompok. Ini diantaranya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana ada tanaman
yang disiram dan ada pula yang dibiarkan begitu saja kekurangan unsur hara sehingga
tanaman tumbuh kurang proporsional sebagaimana mestinya padahal kondisi iklim
di daerah setempat tidak menentu terkadang kering, panas dan terkadang juga
terjadi hujan lebat yang bisa merobohkan sebagian tanaman.
KESIMPULAN
1.
Jarak
tanam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kedelai seperti tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, cahaya
datang dan diteruskan, bobot basah dan bobot kering.
2.
Pada
berbagai macam perlakuan budidaya, ternyata jarak tanam 30x30 cm merupakan
jarak tanaman terbaik yang memberikan pertumbuhan optimal bagi tanaman kedelai.
3.
Tanaman dengan jarak tanam yang kurang
sesuai, mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi terhambat.
Selain ILDnya yang lebih sedikit, cahaya yang diserap juga tidak sesuai dengan
kebutuhan tanaman tersebut. Selain itu bobot dari tanaman tersebut juga kurang
mencukupi.
4.
Cahaya
datang nilainya lebih besar daripada cahaya diteruskan.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto,
T. 2005. Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil
Akar Kedelai.Bogor: Penebar Swadaya.
Adisarwanto,
T. dan R. Wudianto. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan
Sawah-Kering-Pasang Surut. Penebar Swadaya. Bogor. 86 hal.
Fachruddin, Lisdiana. Ir.2000.Budidaya Kacang-kacangan.Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Hidayat,
O. D. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai. Hal 73-86. Dalam S.Somaatmadja et al.
(Eds.). Puslitbangtan. Bogor.
Manik,T.K.,M. kamal dan K.Setiawan. 1993. Tanggapai berbagai
varietas kedelai (Glycine max(L) Merril) pada populasi tanaman terhadap pola
intersepsi cahaya dan komponen hasil. Palembang : Prosiding Seminar Penelitian
BKS-Barat.
Setyati, SH. 1999. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia.
Sumarno
dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Buletin Teknik 6:53 hal.
Suprapto,
H. 1998. Bertanam kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
LAMPIRAN
Perhitungan
Luas Daun Dengan Menggunakan Rumus Segresi
Pengamatan
1
Y= 34,43 + 0,49 X
A. Sampel
Daun Atas
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 . 48
= 57,95
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 . 70
= 68,73
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 . 44
= 55,99
B.
Sample Daun Tengah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .70
= 68,73
Y = a+bx
= 34,43 + 0,49
.82,5
= 74,86
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .93,5
= 80,25
C.
Sampel daun bawah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .108
= 87,35
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .86,25
= 76,69
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 . 82,5
= 74,86
A.
Sampel
Daun Atas
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .66,5
= 67,02
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .55,25
= 61,5
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .106,25
= 86,5
B. Sampel Daun Tengah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .88
= 77,55
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .88
= 77,55
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .108
= 87,35
C. Sampel Daun Bawah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .123,5
= 94,95
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .96
= 81,47
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .35
=51,58
A. Sampel daun atas
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .24
= 46,19
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .22
= 45,21
B. Sampel Daun Tengah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .89,25
= 78,16
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .71,25
= 69,34
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .63
= 65,3
C. Sampel Daun Bawah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .106,25
= 86,5
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .112,25
= 89,44
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .96
= 81,47
Pengamatan ke II
A.
Sampel daun atas
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .60
=63,83
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .75
= 70,69
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .48
= 57,95
B. Sampel Daun tengah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .84
= 75,6
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .82,5
= 74,86
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .93,5
= 80,25
C. Sampel Daun Bawah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .108
= 87,35
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .96
= 81,47
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .90
= 78.53
A. Sampel daun atas
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .82,5
= 74,86
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .75
= 71,18
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .65
= 66,28
B. Sampel daun tengah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .110,5
= 88,58
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .102
=84,41
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .88
= 77,55
C. Sampel daun bawah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .108
= 87,25
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .123,5
= 94,95
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .96
= 81,47
A. Sampel daun atas
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .35
= 51,58
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .24
= 46,19
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .24
= 46,19
B. Sampel daun tengah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .93,5
= 80,25
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .80
= 73,63
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .63
= 65,3
C. Sampel daun bawah
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .106,25
= 86,62
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .112,5
= 89,4
Y = a+bx
= 34,43 +
0,49 .96
= 81,47
Penghitungan Kebutuhan
Pupuk
a. KI (Jarak Tanam 30x30 cm)
b. KII (Jarak Tanam 10x10
cm)
c. KIII (Jarak Tanam 20x20
cm)
Penanaman 2 benih
per lubang tanam
Kebutuhan pupuk
Pupuk kandang 5 ton/ha =
Luas lahan = 4m x 1,5m = 6 m2
Kebutuhan pupuk per bedeng = 6
x 0,5 = 3 kg/bedeng
Kebutuhan pupuk rekomendasi
1.
Urea = 50 kg/ha =
Urea/bedeng = 5 x 6 = 30 gr/6
m2
2.
TSP 200 kg/ha =
TSP/ bedeng = 20 x 6 = 120 g/6
m2
3.
KCl 100 kg/ha =
KCl/bedeng = 10 x 6 = 60 g/ 6 m2
Cara pemupukan dengan pembuatan lajur di setiap pertengahan tanaman.
Pemupukan pertama dilakukan pada 3 MST
Proses
Budidaya Tanaman kedelai
No.
|
Proses
Perlakuan
|
Waktu
|
1
|
Penanaman dan
pemberian pupuk dasar
|
Hari ke-1
|
2
|
Penjarangan dan
penyulaman
|
1 (MST)
|
3
|
Penyulaman dan
pembumbunan
|
2 (MST)
|
4
|
Pemberian pupuk kimia
(Urea, KCl, TSP)
|
3 (MST)
|
5
|
Penyiraman
|
1 hari sekali
|
6
|
Pengamatan
pertumbuhan
|
3-6 (MST)
|
7
|
Pengambilan bobot
basah dan bobot kering
|
4 & 6 (MST)
|
8
|
Pengamatan luas daun
|
5 & 6 (MST)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar