TUGAS
BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
ISOLASI
DNA & ELEKTROFORESIS
PROGRAM
KEAHLIAN AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS
MERCU BUANA YOGYAKARTA
ISOLASI
DNA & ELEKTROFORESIS
Penelitian
pada bidang molekuler saat ini telah banyak dilakukakan untuk berbagai
keperluan. Teknik biologi molekuler telah memberikan peluang untuk
mengembangkan dan mengidentifikasi peta genetik dari suatu kultivar tanaman.
Pendekatan genetika molekuler dengan menggunakan penanda DNA telah berhasil
membentuk penanda molekuler yang mampu dalam mendeteksi gen dan sifat-sifat
tertentu, evalusi keragaman dan evolusi pada tingkat genetik.
DNA
adalah molekul utama yang mengkode semua informasi yang dibutuhkan untuk proses
metabolisme dalam organisme. DNA ini tersusun atas 3 komponen utama yaitu gula
deoksiribosa, basa nitrogen, dan fosfat yang tergabung membentuk nukleotida.
DNA terdapat di dalam setiap sel makhluk hidup yang sangat berperan penting
sebagai pembawa informasi hereditas yang menentukan stuktur protein dan proses
metabolisme lain.
Dewasa
ini telah banyak dilakukan isolasi DNA yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan terutama dalam ilmu Genetika. Isolasi DNA telah banyak dilakukan
dan dikembangkan di dunia ilmiah karena teknologi – teknologi modern telah
menjamah ilmu genetika. Isolasi DNA ini dapat dilakukan dengan cara dan bahan
sederhana, hingga dengan teknologi modern. Mengenai hal ini, pada dasarnya
isolasi DNA dapat dilakukan dari berbagai sumber, antara lain organ manusia,
darah, daun, daging buah, kalus, akar batang, daging dan sisik ikan. Namun,
penggunaan tumbuhan sebagai sumber lebih banyak dilakukan dalam pengisolasian
DNA dewasa ini. Pengisolasian DNA pada sumber dilakukan terutama untuk
pengenalan DNA secara lebih jelas karena dari isolasi ini DNA dapat terpisah
dari kumpulannya, yaitu kromosom. Setelah dilakukan isolasi, biasanya DNA akan
dielektroforesis.
Langkah
awal yang sangat menentukan dalam keberhasilan penelitian molekuler yang berbasis
pada DNA adalah kualitas DNA yang diperoleh dari tahapan isolasi. Kemurnian dan
kualitas DNA yang diperoleh dari tahap ini akan sangat menentukan dalam
penelitian penelitian biologi molekuler. Tiga langkah utama dalam isolasi DNA
adalah perusakan dinding sel atau lisis, pemisahan DNA dari bahan padat seperti
selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Surzycki, 2000).
Meskipun
isolasi DNA dapat dilakukan dengan berbagai cara, akan tetapi pada setiap jenis
atau bagian tanaman dapat memberikan hasil yang berbeda, hal ini dikarenakan
adanya senyawa polifenol dan polisakarida dalam konsentrasi tinggi yang dapat
menghambat pemurnian DNA. Jika isolasi DNA dilakukan dengan sample buah, maka
kadar air pada masing-masing buah berbeda, dapat memberi hasil yang
berbeda-beda pula. Semakin tinggi kadar air, maka sel yang terlarut di dalam
ekstrak akan semakin sedikit, sehingga DNA yang terpretisipasi juga akan
sedikit.
Ada
5 tahap untuk melakukan isolasi DNA, yaitu: isolasi sel, pelisisan dinding dan
membran sel, pengekstraksian dalam larutan, purifikasi, dan presipitasi. Tahap pertama
yang dilakukan yaitu mengisolasi sel yang ingin digunakan, yaitu sel bakteri. Tahap
selanjutnya yaitu melisiskan dinding dan membran sel dengan larutan pelisis
sel. Setelah dilakukan inkubasi, sitoplasma sel yang telah bercampur dengan
pelisis sel tersebut lalu disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000
rpm. Selanjutnya supernatan yang terbentuk dibuang dan kemudian dilakukan
ekstraksi di dalam larutan. Hal tersebut bertujuan agar didapat ekstrak nukleus
sel. Tahap berikutnya adalah purifikasi. Tahap ini bertujuan untuk mem-bersihkan
nukleus sel dari zatzat lainnya, dan tahap terakhir, yaitu presipitasi
bertujuan untuk mengendapkan protein, se-hingga untai-untai DNA tidak lagi
menggulung (coiling), yang menyebabkan DNA menjadi terlihat.
DNA
yang diperoleh dari isolasi dengan bahan biji sangat kotor dan smear, hal ini
berarti bahwa metabolit-metabolit yang terkandung di dalam biji tidak dapat
dibersihkan secara sempurna pada proses isolasi, sehingga tidak diperoleh DNA
yang murni. Sedangkan pada daun proses pemurniaan DNA dapat terjadi lebih
sempurna sehingga dapat diperoleh DNA yang murni, hal ini ditandai dengan pita
DNA yang jelas dan bersih. Menurut Peccia dan Hernandez (2006) bahwa pada
dasarnya prinsip dari isolasi DNA terdiri dari melisiskan sel dan memurnikan
asam nukleat (DNA). Lisis merupakan perusakan dinding dan melepaskan DNA, hal
ini bisa dilakukan dengan cara fisik maupun kimia. Pemurniaan DNA merupakan
proses untuk memisahkan DNA dari lisat sel (protein, karbihidrat, lipid) dan
kontaminan lain.
Kandungan
senyawa fenol, lipid, dan juga senyawa lainnya yang tinggi, pada bagian biji
dibandingkan dengan bagian daun, menyebabkan sulitnya memperoleh DNA yang murni
dari biji pada saat proses isolasi. Sebaliknya kandungan metabolit yang rendah
pada bagian daun menyebabkan isolasi lebih mudah dilakukan, sehingga dapat
diperoleh DNA dengan kualitas yang baik.
Elektroforesis
adalah suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada pergerakan
molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan listrik (titik isoelektrik).
Pergerakan molekul dalam medan listrik dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar
muatan dan sifat kimia dari molekul (TITRAWANI 1996). Pemisahan dilakukan
berdasarkan perbedaan ukuran berat molekul dan muatan listrik yang dikandung
oleh makro-molekul tersebut. Bila arus listrik dialirkan pada suatu medium
penyangga yang telah berisi protein plasma maka komponen-komponen protein tersebut
akan mulai bermigrasi (RICARDSON dkk. 1986).
Menurut
STENESH dalam TITRAWANI (1996) teknik elektroforesis dapat dibedakan menjadi
dua cara, yaitu : elektroforesis larutan (moving boundary electrophoresis) dan
elektroforesis daerah (zone electrophoresis). Pada teknik elektroforesis
larutan, larutan penyangga yang mengandung makro-molekul ditempatkan dalam
suatu kamar tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan migrasi dari
makro-molekul diukur dengan jalan melihat terjadinya pemisahan dari molekul (terlihat
seperti pita) di dalam pelarut. Sedangkan teknik elektroforesis daerah adalah
menggunakan suatu bahan padat yang berfungsi sebagai media penunjang yang
berisi (diberi) larutan penyangga.
Media
penunjang yang biasa dipakai adalah gel agarose, gel pati, gel poliakrilamida
dan kertas sellulose poliasetat. Adapaun menurut SARGENT & GEORGE (1975)
elektroforesis daerah disebut sebagai elektroforesis gel dengan dua buah model
yaitu horizontal dan vertikal. Metode yang biasa digunakan adalah model horizontal,
karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu peralatan yang digunakan sangat
sederhana, relatif murah dan pemisahan untuk enzim tertentu dapat menghasilkan
pemisahan yang lebih baik.
Kegunaan Metode
Elektroforesis
Telah
disebutkan di atas bahwa pola protein tertentu dari satu spesies hewan berbeda,
secara elektroforesis akan memperlihatkan pola protein yang berbeda pula pada
hewan lainnya. Faktor tersebutlah yang menyebabkan pola protein dapat digunakan
untuk membedakan spesies hewan. Perbedaan pola protein inilah yang seringkali
digunakan sebab untuk membedakan populasi secara tepat kadangkala tidak dapat
dilakukan apabila hanya menggunakan pengamatan melalui morfologis saja.
Fenomena ini pula yang menyebabkan metode elektroforesis banyak dilakukan untuk
pengamatan taksonomi, sistematik dan genetik serta untuk mengindentifikasi
spesies hewan maupun tumbuhan (bio-sistematik). Dapat pula digunakan untuk
melihat phylogenetic recon-struction (rekonstruksi secara Filogenetik) dari
suatu jenis hewan atau tumbuhan.
Sebelum
dilakukan percobaan sebaiknya disiapkan dahulu alat dan bahan kimia yang akan
digunakan. Alat yang biasa digunakan adalah tabung Eppendorf, mikropipet, tip,
mortat, tabung Erlenmeyer, gelas ukur, penangas air (dengan suhu 80°C), magnetic
stir-rer, magnectic bar, sentrifuga, pinset, timbangan, pompa vacum, cetakan
gel 20 x 16 x 1 cm3, timer, meja pendingin, pembungkus plastik, freezer, kawat
halus untuk memotong gel, inkubator, power supply, pisau, penggaris, spidol,
kantong plastik tebal untuk menyimpan gel setelah pewarnaan, nampan plastik,
spons dan alat-alat tulis.
Sedangkan
untuk bahan kimia yang digunakan, tergantung dari hewan atau tumbuhan enzim apa
yang akan diuji. Seperti misalnya larutan pengekstra yang digunakan untuk jenis
udang-udangan berdasarkan DICKSON dkk, (1983) adalah menggunakan sistem enzim
Esterase (EST), dan Malat dehidrogenase (MDH). WIKNESWARI (1995) menggunakan
Malik Enzim (ME), serta
CHELIAK
& PITEL (1984) menggunakan Phosphat glukosa isomerase (PGI) dan lain
sebagainya. Untuk menentukan sistem enzim tersebut sebelumnya dilakukan uji
optimalisasi terlebih dahulu terhadap hewan yang akan diujikan.
Cara
kerja terdiri dari beberapa tahap yaitu:
Setelah sample dibersihkan ditempatkan
di dalam mortar dan diberi larutan pengekstrak sebanyak + 200 μ (tergantung
dari banyak, sedikitnya sampel atau besar kecilnya sampel). Kemudian sampel
digerus hingga halus. Penggerusan dilakukan pada kondisi dingin (+4°C) dan
dilakukan di dalam meja pendingin, agar suhu tetap konstan. Hasil gerusan
tersebut dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf dan kemudian dilakukan sentrifuse
dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang didapat dipisahkan
dari endapan, yang selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf dan
disimpan dalam lemari pendingin (Freezer) dengan suhu sekitar -70°C.
Pembuatan gel pati biasanya
bermacam-macam. Ada yang berasal dari pati kentang, dan lain sebagainya.
Setelah ditentukan banyaknya pati, maka diberikan larutan buffer morfolin
sitrat dengan pH 6.1 sebanyak 350 ml di dalam labu erlenmeyer 1000 ml. Campuran
tersebut kemudian dipanaskan dalam penangas air dengan suhu + 80 °C, selama 25
menit. Panaskan lagi dengan magnetic bar dan diaduk dengan menggunakan magnetic
strirer selama 5 menit hingga mengental membentuk gel yang bening.
Setelah gel mendidih, dilakukan
pengisapan gelembung udara dengan cara diisap dengan "water jet pump"
dan setelah dingin, gel dituangkan ke dalam cetakan gel yang berukuran 20 x 16
x 1 cm3 hingga rata dan biarkan mengeras pada suhu kamar lebih kurang 60menit.
Gel dilepaskan dari cetakan gel dengan
cara mengiris keliling tepi gel dengan menggunakan pisau. Bagian ujung gel
diiris kira 2 cm dari salah satu tepinya yaitu dari arah kotada yang dipakai
sebagai penyimpan ekstra enzim.
Ekstrak enzim yang akan diuji
dikeluarkan dari freezer dan biarkan sebentar hingga mencair. Pengambilan
ekstrak enzim dilakukan dengan cara mencelupkan kertas saring berukuran 6x15 mm
ke ekstrak enzim. Potongan kertas saring yang telah berisi ekstrak enzim
diletakkan dengan posisi tegak lurus ke celah irisan gel. Jarak antara celah
1-1.5 mm. Sebagai indikator adanya pergerakkan maka pada celah irisan gel
tersebut diberikan sedikit biru brom fenol.
Gel yang telah siap kemudian diletakkan
secara horizontal di atas kotak elektroforesis yang telah berisi larutan
penyangga elektroda. Proses ini dilakukan di dalam lemari pendingin dengan suhu
4 °C.
Kedua sisi gel diberi spons yang telah
dibasahi dengan larutan penyangga elektroda sebagai jembatan antar larutan
penyangga elektroda dengan gel. Setelah itu gel ditutup dengan plastik dan di
atas gel tersebut diberi gel yang dingin. Proses elektroforesis dijalankan
dengan memberi daya listrik pada gel. Pemberian daya listrik disesuaikan dengan
sampel yang akan digunakan, misalnya sebesar 50 - 70 μA, 50-60 μA atau 45-55 μA
selama kurang lebih 3 jam.
Setelah terlihat bahwa biru brom fenol
mencapai titik yang berjarak + 3 cm dari ujung gel, maka proses elektroforesis
dihentikan. Bagian gel yang tidak terpakai dipotong, sedangkan potongan gel
yang menjadi tempat migrasi enzim diiris tipis secara horizontal dengan
menggunakan gergaji yang berkawat tipis. Gel diiris menjadi beberapa lembar gel
yang kemudian setiap lembar diletakkan dalam wadah plastik, untuk selanjutnya
diwarnai sesuai enzim yang akan dianalisis.
5. Visualisasi sistem enzim
Visualisasi sistem dilakukan dengan
pewarna biokimia. Dengan komposisi yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam hal ini cara menganalisa hasil
pita dari elektroforesis tersebut sangat tergantung dari topik apa yang akan
diteliti. Hasil visualisasi enzin berupa bintik atau noda yang disebut pola
pita (bandmorp). Macam pola pita dibedakan atas tipe pola pita yang terbentuk.
Semua tipe pola pita yang berbentuk diinterpretasikan sebagai lokus isozim dan
alel yang kemudian dijadikan dasar dalam pengukuran parameter-parameter yang
ada dalam suatu populasi (NEI 1977; BROWN & WEIR 1983; ROTHE 1995). Lokus
isozim adalah struktur gen yang memiliki kemampuan menghasilkan enzim
pengkatalisis reaksi biokimia tertentu, sedangkan alel adalah salah satu dari
dua atau lebih bentuk gen yang dapat muncul pada satu lokus (SUZUKI dkk. 1993).
Metode analisis dapat dilakukan dengan
beberapa cara misalnya metode analisis ekspresi alel, atau metode analisis
fenetik dan lain sebagainya.
Sedangkan
untuk menangani sampel dari mulai pengambilan di lapangan hingga penyimpangan
dapat diterangkan sebagai berikut:
Agar proses elektroforesis dapat
berhasil dengan baik, tidak lepas dari proses pengambilan sampel di lapangan.
Untuk pengambilan sampel sangat diperlukan
pengertian dan pengetahuan yang benar
terhadap metode serta sampling yang digunakan. Disamping juga pengetahuan
mengenai dasar bio-kimia dari protein. Karena proses elektroforesis sangat
berpengaruh dengan jaringan-jaringan dan protein yang terdapat pada hewan
koleksi.
Sampel yang akan diambil sedapat mungkin
harus segar atau untuk hewan diusahakan agar tetap hidup dan tidak boleh
diawetkan dengan menggunakan bahan pengawet alkohol ataupun formalin. Atau
apabila hewan tersebut mati, maka sebaiknya disimpan dalam bentuk dingin atau
membeku (masukkan dalam ice box yang diberi dry es atau masukkan ke dalam
larutan nitrogen cair).
2. Penanganan dan Penyimpanan Sampel
Apabila telah diperoleh sampel yang
diinginkan, maka sampel segera dibawa ke laboratorium untuk disimpan ke dalam
freezer dengan suhu -50°C. Sampel-sampel tersebut dapat disimpan dalam jangka
waktu panjang, hingga proses elektroforesis siap dilakukan. Sebelum dimasukkan
ke dalam freezer, sampel disimpan dalam kotak plastik atau bila dalam bentuk
jaringan atau supernatan dapat dimasuukan ke dalam tabung Eppendorf.