Cinta
dalam bahasa Arab
disebut Al-Mahabbah yang
berarti kasih sayang. Cinta adalah fitrah manusia yang
murni, yang tak dapat terpisahkan dari kehidupannya. Perasaan cinta itu
biasanya mendorong seseorang untuk mencintai sesuatu yang dicintainya dengan
penuh gairah, kasih sayang dan lembut. Seseorang yang sedang jatuh cinta
biasanya akan dilanda perasaan tak menentu, gundah, takut, rindu, kagum,
rela,berharap dan pastinya selalu
teringat-ingat yang dicintainya di setiap waktu bahkan tiap menit ataupun
detikpun tak pernah terlepas dari bayang-bayangnya. Namun ternyata dalam
realita kehidupan manusia teramat sering salah dalam mengartikan esensi dari
cinta. Cinta yang harusnya dapat membawa berkah berubah jadi musibah manakala
kita tidak paham akan tujuan kita mencintai sesuatu sesuai porsinya.
Seseorang yang sudah memproklamirkan diri bahwa
tiada tuhan selain Allah seharusnya sudah berkomitmen menempatkan Allah sebagai
kedudukan cinta tertinggi. Semua tanda-tanda cinta tersebut selayaknya
diberikan kepada Allah. Termasuk selalu mengingatNYA di setiap hembusan nafas,
rasa kagum terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah, takut akan siksaNYA,
menerima segala ketetapan yang telah digariskan, senantiasa mengharap ampunan
dan ridho Allah dan bertasbih memuji namaNYA. Refleksi cinta adalah tunduk
patuh, menurut,taat akan perintah Allah dan menjauhkan diri dari segala
laranganNya termasuk sikap menjauhkan diri dari maksiat. Sebagai seorang mukmin
sepantasnya kita tidak hanya mewujudkan rasa cinta kita kepada Allah sebagai
ahli ibadah saja namun kita juga harus menegakkan kalimah Allah di setiap aspek
kehidupan. Firman Allah :
“Dan diantara
manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yanag
beriman amat sangat cintanya kepada Allah...” (QS.2:165)
Islam merupakan agama fitrah yang juga mengakui
adanya fenomena cinta yang melekat sebagai fitrah manusia.Allah telah
memberikan petunjuk kepada hamba-hambaNya tentang prioritas dalam cinta.
Prioritas cinta diklasifikasikan menjadi 3 yaitu prioritas tertinggi, menengah,
dan terendah.
1. Prioritas
tertinggi
Cinta yang
menduduki posisi ini adalah kecintaan kita sebagai manusia (Hamba Allah) untuk
menomorsatukan cinta kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, dan berjihad di jalanNya
diatas rasa cinta terhadap siapapun dan apapun bahkan dirinya sendiri. Cinta
pada Allah ini dapat ditumbuhkan dengan menumbuhkan kesadaran betapa kasah
sayang Allah telah melingkupi tiap detik waktu di kehidupan kita sehingga akan
menghasilkan refleksi menghambakan diri padaNya. Kemudian cinta kepada
Rasulullah SWT berwujud sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami taat) terhadap
perintah rasul, berendah hati, mendahulukan, melindungi dan kasih sayang kepada
beliau. Contoh salah satu generasi sahabat ini adalah mahabbaturrasul yang
mewarnai hati Abu Bakar Ash Shiddiq ra. Yang membuatnya mendahulukan,
melindungi dan tak membangunkan Rasulullah yang tertidur di pangkuannya,
walaupun harus menahan sakit kakinya karena tersengat kalajengking hingga
mengucurkan darah (peristiwa Hijrah). Jihad di jalan Allah juga merupakan suatu
kewajiban untuk menegakkan dien panji islam di muka bumi ini.
2. Prioritas
menengah
Cinta kepada
orang tua, anak, saudara, istri/suami dan kerabat. Perasaan cinta ini biasanya
timbul akibat adanya sesuatu yang mengikat seperti pertalian aqidah,
kekeluargaan, persahabatan, atau hubungan kekerabatan.
3. Prioritas
terendah
Cinta yang lebih
mengutamakan dan menomorsatukan cinta keluarga, kerabat, harta dan tempat
tinggal dibandingkan terhadap Allah, Rasulullah dan jihad fisabilillah. Cinta
yang seperti ini biasanya akan mendatangkan ketidakberkahan dalam hidup dan bencana
akibat dilandasi dengan hawa nafsu belaka. Sesungguhnya mencintai keluarga,
kerabat, harta benda itu merupakan fitrah manusia. Namun hal ini akan jadi
bencana manakala seseorang tak mampu menempatkan rasa cinta tersebut sesuai
pada porsinya. Termasuk dalam kategori cinta terendah ini adalah mencintai
sesuatu selain Allah sehingga menyekutukanNya, mencintai musuh-musuh Allah
padahal Allah telah memperingatkan kita dalam QS. Al-Mumtahanah (60):1. Cinta
berdasarkan hawa nafsu sebagaimana cintanya Zulaikha istri Al Azis kepada Nabi
Yusuf as.
Tak
diragukan lagi bahwa jika para pemuda Islam, kapan dan di mana saja, lebih
mengutamakan cintanya kepada Allah, Rasulullah dan Islam maka Allah akan
memberikan kemenangan bagi mereka di muka bumi ini.