Minggu, 22 Oktober 2017

Little Things, Deep Meaning

Lakukanlah Kebaikan Sekecil Apapun


Sebagai seorang manusia yang beriman, kita meyakini bahwa hidup manusia bermuara pada dua hal. Yakni surga atau neraka. Pada saatnya nanti hari pengadilan tertinggi itu kan tiba. Ada banyak pasang mata kusut tanda penyesalan manusia. Isyarat penyesalan agaknya terbagi menjadi 2 sebab. Pertama, manusia menyesal akan segala waktu yang ia sia-siakan dengan bermaksiat pada Allah, sehingga denganya tidak tersisa sedikitpun melainkan dosa-dosa tadi melahap amalan baik yang pernah diperbuat. Yang kedua, penyesalan seorang mukmin yang terjadi saat Seluruh kebaikan yang dilakukan selama di dunia kurang maksimal.

Semoga saja kita dihindarkan dari golongan manusia yang menyesal karena point pertama. Agaknya dalam kesempatan kali ini, penulis ingin sedikit berbagi terkait point yang kedua. Yahh, tentang kebaikan. Kebaikan sebagai bentuk representasi dari ketaqwaan seorang hamba kepada rabb-Nya. Menaati perintahNya pun menjauhi laranganNYA.

Suatu ketika dikisahkan ada salah seorang sahabat yang menghadapi sakaratul maut. Kala itu sahabat tadi didampingin oleh istrinya. Pada saat menjelang ajal, tidak ada kata lain yang diucapkan oleh sahabat tadi melainkan 3 hal. Itupun ia ucapkan dalam keadaan tersengal-sengal dan terdengar kurang jelas. Ucapan tadi berbunyi:  
Andai lebih jauh lagi ...............
Andai masih baru.....................
Andai semuanya...................

Istri seorang sahabat tadi merasa khawatir dan sempat menangis kalau saja suaminya meninggal dalam keadaan kurang baik. Hingga sesaat setelah sahabat tadi meninggal dan dimakamkan, Rasulullah SAW datang untuk takziyah. Disana rasulullah berkata kepada istri sahabat yang meninggal tadi, “Wahai fulanah sesungguhnya apa yang diucapkan oleh suamimu itu tidaklah keliru.” Artinya saat itu rasulullah sedang menenangkan hati sang istri tadi bahwa suaminya adalah orang yang sholih.  

Dihadapan para sahabat yang melayat, Rasulullah lantas berkata, “Para sahabat ku, maukah kalian aku ceritakan apa maksud dari ketiga kalimat yang diucapkan almarhum tadi?”
Para sahabat yang melayat menjawab, “baik ya Rasulullah, coba ceritakan kepada kami apa maksud dari ketiga perkataan tadi?”

Rasulullah lantas bercerita. Kalimat yang pertama maksudnya adalah suatu ketika saat si fulan masih hidup, ia berjalan menuju ke masjid untuk shalat berjamaah. Ditengah perjalanan ia melihat sosok laki-laki buta sedang terseok-seok karena tidak ada yang membantu memberikan petunjuk jalan. Alhasil sahabat tadi menuntun si buta hingga tiba di masjid untuk beribadah. Ia mengucapkan Andai Lebih Jauh Lagi, karena pada saat sakaratul maut ia didatangi oleh malaikat yang menampakkan bukti kebaikanya. Amalan tersebut ternyata memiliki balasan pahala yang melimpah. Lantas ia menyesal, andai saja ia tahu amalan sesederhana itu memiliki bobot yang berlipat ganda di sisi Allah, tentu ia akan menuntun si buta tadi melewati jalur yang lebih jauh lagi menuju masjid. Agar ia mendapatkan balasan yang lebih besar lagi.  

Teruntuk kalimat yang kedua, andai masih baru. Pada suatu ketika Arab dilanda musim dingin yang amat sangat. Pada saat keluar rumah untuk menuju suatu tempat, ia tidak sengaja melihat ada seorang laki-laki yang hampir terkapar karena kedinginan. Akhirnya si fulan memberikan salah satu dari 2 jubah yang ia pakai kepada laki-laki tadi. Pada saatnya tadi, Ia dinampakkan bahwa ternyata jubah yang ia berikan tersebut mendapatkan pahala yang besar disisi Allah, dan lantas ia menyesal karena memberikan salah satu jubah yang sudah kusam. Andai waktu itu ia memberikan jubah yang masih baru mungkin ia akan mendapatkan limpahan kebaikan yang tiada terkira.

Teruntuk maksud dari kalimat yang ketiga. Pada saat itu si fulan hendak makan bersama keluarga. Tidak ada makanan lain yang ia miliki selain sepotong roti. Namun di saat yang sama dari balik pintu rumah terdengar suara rintihan seseorang. Begitu pintu dibuka, ternyata ada seorang pengemis yang kelaparan. Akhirnya ia memutuskan untuk memotong roti yang hanya 1 biji tadi menjadi 2 bagian.  yang sebagian diserahkan kepada pengemis dan sebagian sisanya untuk ia makan bersama keluarga. Ia tidak menyangka bahwasanya sepotong roti yang ia berikan tadi mendapatkan timbangan kebaikan yang besar di sisi Allah SWT. Dan ia merasa menyesal mengapa waktu itu ia tidak serahkan saja semua roti tadi ke pengemis tadi agar ia mendapatkan pahala yang sempurna.

Dari cuplikan kisah tadi, kita mampu menukilkan sebuah pesan sederhana yang cukup mendalam. Yakni amalan sahabat tadi kalau dirunut mungkin “hanya” sekedar menuntun orang buta, memberikan jubah (baju) yang sudah tidak lagi baru, dan berbagi sepotong roti. Siapa sangka nyatanya amalan “sesederhana” itu mendapatkan timbangan yang berat di sisi Allah SWT.

Sahabat sekalian, ternyata sebuah kebaikan yang tidak dilaksanakan secara maksimal akan kita sesali di akhirat nanti. Semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang tidak meremehkan sebuah kebaikan sekecil apapun. Karena nyatanya timbangan kebaikan Allah itu berbeda jauh dengan timbangan manusia dalam kacamata dunia. Bisa jadi sebuah kebaikan yang kita anggap kecil nan remen-temeh itu memiliki bobot yang berat di sisi Allah, pun bisa juga kebaikan yang kita rasa besar nyatanya tak lebih besar nilainya dibanding buih di lautan yang terhempas.

Artinya apapun amanah yang kita emban saat ini, lakukan saja dengan totalitas. Tidak ada jaminan bahwa sekaliber “ustad/ustadzah” yang menyampaikan materi jauh lebih mulia dari orang-orang yang baru saja hijrah dan terbata. Bisa jadi kita yang mungkin hanya mampu menggelar tikar untuk memberikan kenyamanan kepada jamaah yang akan mengahdiri majlis, adalah jauh lebih mulia dibandingkan pengisi acaranya. Tiada yang tak mungkin bagi Allah.

Bisanya kita cenderung akan totalitas apabila mendapatkan amanah yang besar. Saat kita mendapatkan amanah yang sifatnya “pelengkap” misal sebagai staf atau jundi, lantas kita hanya memberikan kontribusi yang biasa-biasa saja. Padahal tidak menutup kemungkinan kita yang saat itu posisinya sebagai bawahan bisa memiliki ide-ide yang brilian dan kontribusi yang besar terhadap kinerja-kinerja pembangunan dibanding qiyadah kita.

Kita sebagai generasi pemuda muslim masa kini seyogyanya ikut meneladani mentalitas pejuang yang dimiliki para sahabat. Meski pada zaman sekarang sepertinya jauh panggang dari api. Bagaimana tidak, saat penguasa negeri ini yang abu-abu tendensinya pada kebaikan meluap-luap dan heroik menduduki jabatan yang strategis. Pasca lengser, seolah tak pernah terdengar lagi gaung dan kontribusinya. Terlebih jika dicopot dari jabatan, kebanyakan elit negeri ini lantas merajuk dan tak sedikit yang saling menyulut api peperangan. Sungguh ini adalah sebuah ironi. Kondisi ini sangatlah kontras dengan para pemimpin pada masa sahabat.

Alangkah indahnya jika kita meneladani akhlak para sahabat rasulullah yang bersegera dalam kebaikan dan totalitas dalam segala peranya. Sebut saja Khalid bin Walid yang bahkan dijuluki sebagia pedang Allah yang terhunus. Suatu ketika ia dipecat jadi panglima perang dan diturunkan dari jabatan oleh amirul mukminin umar bin khattab. saat itu khalid lantas bertanya, “Atas dasar apa engkau memecatku wahai Umar?”

Umar menjawab, “sesungguhnya engkau tidak melakukan kesalahan apapun”.

Begitu terdengar jawaban Umar, Khalid lantas diam dan menerima keputusan Umar dengan gentlenya. Hingga suatu saat pasukan muslim melakukan perjalanan untuk perang Yarmuk, terlihat Khalid ikut beserta rombongan kaum muslimin.

Sahabat pun bertanya, “Wahai Khalid, bukankah engkau telah dicopot dari jabatan perang oleh Umar? Lantas mengapa engkau tetap ikut berperang?”

Khalid dengan jiwa kesatriyanya lantas menjawab dengan lantang, “sesungguhnya aku berperang bukan untuk Umar, namun Untuk Tuhanya Umar”.

Begitulah mentalitas dan jiwa kesatria. Seorang pejuang akan terus berjuang tak peduli ia pemilik mimbar atau bukan. Seorang pejuang akan terus bertandang pada kebaikan. Seorang pejuang akan terus memberikan kerja-kerja nyata bagi perbaikan. Seorang pejuang tak akan gentar dengan aral badai yang melintang. Baginya cukuplah Allah SWT sebagai penawar atas segala kelelahan selama  di dunia dan hanya kepadaNya semua bermuara.  

Penilaian yang bagus dari manusia itu hanyalah bonus. Dan sekaligus bisa memberangus apabila kita kemudian menjadi riya’ terhadap amal perbuatan kita. Maka seyogyanya mari kita kembalikan semua kebaikan yang dilakukan hanya pada penilaian dan ridho Allah SWT semata. Kuncinya do your best self, ikhlas, semangat dan istimror (keberlanjutan amal).


Waalahua’lam bisshowab. 

Senin, 16 Oktober 2017

Youth Zaman Now

Islam, Pemuda dan Peradaban


Pemuda secara umum adalah laki-laki maupun perempuan yang berusia baligh hingga kurun usia 40 tahun. Adapula yang mengatakan bahwa mereka sampai pada rentang usia 50 tahun. Artinya usia pemuda merupakan usia strategis yang diapit oleh 2 usia lemah yakni anak-anak dan masa tua. Fase Pemuda berada pada puncak potensi yang dimilikinya.  Ibarat matahari, ia bersinar di pertengahan waktu terbaiknya. Ia memancarkan cahaya dengan sangat terik dan memberikan pancaran yang sangat terang. Pemuda memiliki tanggung jawab memikul beban kejayaan umat. Sejarah mencatat yang memperjuangkan umat adalah pemuda.

Ada banyak model pemuda yang tergambar dengan berbagai mentalitasnya. Mentalitas ini merupakan implikasi dari internalisasi paradigma atas segala konsekuensi logis dari keputusan-keputusan yang diambil.

Alkisah ada 5 pemuda melakukan hal yangsama, namun uniknya mereka memiliki jawaban yang berbeda-beda atas tujuan mereka melakukan aktivitas tersebut. Mereka sama-sama sedang melakukan kerja bakti membangun sebuah gedung yang akan dijadikan sebagai sekolah. Ketika ditanya apa yang sedang mereka lakukan, berikut jawabannya: 
Pemuda yang pertama menjawab: “saya sedang mengaduk semen dan pasir”
Pemuda yang kedua menjawab: “saya sedang menyusun batu-bata”
Pemuda yang tiga menjawab: ”saya sedang mendirikan tembok”
Pemuda yang empat menjawab: saya sedang membangun  sekolah”
Pemuda yang lima menjawab: “saya sedang membangun sebuah sekolah, dan denganya saya akan membangun sebuah peradaban”.
Dari ke 5 pemuda tersebut, seyogyanya kita memiliki mentalitas seperti yang tergambar di point ke 5. Mengukir visi yang jauh kedepan.

Kaum pemuda merupakan aktor yang tak pernah absen menghiasi sejarah. Kala memperhatikan sejarah, kita jumpai banyak fase kegemilangan yang dicapai kaum muda. Sebut saja para pemuda askhabul kahfi yang diabadikan Allah dalam QS Al Kahf dimana mereka menjadi remaja yang gigih dalam mempertahankan aqidah dari penguasa dzalim. Adapula Dzulqarnain yang  dikisahkan memiliki kekuasaan sangat luas namun tetap zuhud dan amanah di puncak kejayaanya. Kita juga belajar bagaimana Nabi Khidr as memberikan pelajaran untuk bersabar dalam menuntut ilmu kepada Nabi Musa as. Juga kisah pemuda yang memiliki kebun bertabur buah nan indah, namun dikarenakan kesombonganya akan nikmat Allah, seketika Allah hancurkan seluruh apa yang ada di dalam kebun tersebut dalam sekejap.

Rasulullah memberikan perhatian yang sangat mendalam kepada anak muda. Terbukti dengan dididiknya para sahabat kala itu di rumah Arqam guna mengenyam internalisasi nilai-nilai kebaikan. Alhasil banyak generasi sahabat yang sangat terkenal sepak terjangnya hingga kini. Sebut saja generasi khulafaur rasyidin, sahabat, tabiin-tabiat yang gigih dan loyal membela kehormatan islam apapun kondisinya. Mereka memiliki mentalitas yang tangguh.

Usman Bin Affan yang terkenal sebagai konglomerat dermawan kala itu, selalu berambisi untuk menjadikan kekayaanya sebagai ladang amal. Suatu ketika Rasulullah bersabda bahwa:, “siapa yang mampu merebut sumur rumi untuk kepentingan umat maka surgalah balasan baginya”. Usman bukan hanya seorang saudagar yang kaya raya, namun ia juga seorang diplomat yang handal dan piawai. Dengan siasat cerdiknya dalam berdiplomasi ahirnya usman mampu merebut sumur rumi dari cengkeraman seorang Yahudi yang pada saat itu seenaknya menjual air dengan harga yang sangat tinggi kepada umat muslim.

Atas  jasa Usman, akhirnya umat muslim tidak perlu lagi membeli air pada orang yahudi tersebut. Usman bahkan bisa membeli kebun kurma yang luasnya berhektar-hektar yang ada disekitar sumur rumi. Hingga kini sumur itu tak pernah kering. Berikut juga dengan kebun. Kesemuanya merupakan aset usman yang masih ada hingga kini. Dikelola dan diserahkan kepada baitul maal saudi atas nama Usman Bin Affan.

Ada pula Umar Bin Khattab yang merupakan seorang negarawan. Dibawah kepemimpinanya islam mampu melakukan ekspansi hingga menguasai 2/3 dunia. Sahabat rasul Usamah bin Zaid yang merupakan anak dari Zaid bin Haritsah yang gugur pada saat menjadi panglima perang Mu’tah diangkat oleh rasulullah menjadi panglima perang pada usia 18 tahun untuk memimpin ekspedisi perang melawan Romawi di Syams.

Sejarah juga mencatat kegemilangan umat yang dipromotori oleh kaum pemuda. Siapa yang tidak kenal Muhammad Al Fatih. Ia menjadi symbol terhadap kekuatan, keimanan, pasukan, dan geopolitik. Di usianya yang masih sangat muda (21 tahun) ia sudah memimpin ekspedisi pasukan sebanyak 250.000 orang menakhlukkan Konstantinopel. Benteng dengan panjang 30.000m2 yang menjadi legenda bertahan selama 1.123 tahun mampu ia hancurkan hanya dalam waktu 4 bulan menggunakan meriam. Lebih kerenya lagi, ia memiliki strategi politik yang sangat jenius. Melihat kondisi geografis yang cukup dilematis, Ia mengawal para pasukan menyeret kapal melewati pegunungan guna melewati selat bosphorus hanya dalam waktu 1 malam.

Pada masa Bani Umayyah ada sosok revolusioner bernama Umar bin Abdul Aziz. Ia mampu menorehkan sejarah kegemilangan umat hanya dalam waktu 2,5 tahun.
Pasca  Umar Bin Abdul Aziz dilantik, ia mengatakan: “inni akhofunnaar (saya takut pada neraka).

Beliau memulai tanggung jawab dari akhir. Akhir kehidupan manusia adalah kematian. Yang mengantarkan pada 2 muara yakni surga atau neraka. Ia memiliki pandangan yang jauh kedepan. Memulai rasa takut akan neraka menjadikan Umar bersungguh-sungguh dalam mengemban amanah.

Umar Bin Abdul Aziz memiliki personality yang sangat menawan. Sampai-sampai batang leher beliau memperlihatkan bahwa beliau merupakan sosok yang terawat dengan sangat baik. ia menjadi transeden bahkan dari jauh sudah tertebak bahwa ia adalah Umar bin Abdul Aziz dari bau parfum yang digunakanya.

Begitu menjadi pemimpin, Umar memulai perubahan dari diri sendiri. Kemudian merubah keluarganya di istana selanjutnya melakukan mobilitas ke luar istana. Dikisahkan bahwa setelah dilantik, Umar lantas mengumpulkan seluruh anggota keluarganya.
Umar mengatakan bahwa: Semua harta yang kita miliki akan dikumpulkan untuk diberikan kepada baitul maal.
Istrinya sempat hampir menolak titah Umar bin Abdul Aziz. Hingga akhirnya Umar berkata: “berikan hartamu padaku, jika engkau tidak mau maka tidak ada pilihan lain bagiku selain menceraikanmu, namun jika engkau ingin bersamaku maka kembalikanlah harta itu pada umat”. Akhirnya sang istri pun memilih untuk bersama dengan Umar.

Ustad annis matta pernah mengatakan dalam salah satu pidatonya bahwa: “orang bisa saja tidak membuat pencapaian, namun setidaknya ia tidak membuat kedzliman.

Kita hidup di era kapitalisme yang agaknya dalam 100 tahun terakhir ini menebar kemajuan di berbagai negara. Namun ada 1 fakta tak terbantahkan yang dicapai oleh kegemilangan Umar bin Abdul Aziz dan tidak mampu tercapai oleh  rezim kapitalisme. Amil zakat pada saat itu berkeliling ke seluruh Afrika untuk mencari penerima zakat namun tidak ada satupun yang menerimanya.  Dan ini dicapai hanya dalam waktu 2,5 tahun. Sejak umar di baiat di usia 36 tahun, lalu beliau meninggal di usia 39 tahun. 

Kita bisa belajar dari revolusi Umar Bin Abdul Aziz. Ia mendapatkan sumber energy yang luar biasa atas ketakutanya pada neraka. Ia tidak pernah main-main dengan pilihan dan bercanda dengan keputusan. Karena ia paham akan akibat yang ditimbulkan.

Semangat inilah yang dibutuhkan untuk menghidupkan bangsa. Menemukan niat atau motif yang benar untuk melangkah. Kita dikumpulkan untuk pertanggungjawaban diri pribadi kepada Allah, dan diri pribadi di depan sejarah bangsa.
Generasi pemuda adalah generasi pemikul beban. Bukan pemburu popularitas, apalagi pemikul kuasa. Seberapa besar beban yang kita pikul, sebesar itu pula tempat kita di akhirat nanti. (Ustad Annis Matta).

Bapak proklamator kita Ir. Soekarno menyatakan dalam pidatonya yang terkenal sangat deklamatis dan menggebu-gebu, "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya dan Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia".

Di Indonesia, kita mengenal sosok Habibi. Tokoh masa kontemporer yang dengan kejeniusanya mampu menciptakan pesawat terbang dan membalikkan kondisi Indonesia yang dilanda krisis pasca Soeharto diturunkan. Saat itu di tahun 1998 rupiah bahkan mencapai nilai paling buruk Rp 16.800 per 1 USD. Ir. Habibi yang saat itu menggantikan posisi Soeharto sebagai presiden mampu mengatasi permasalahan pelik negeri ini hanya dalam kurun waktu 1 tahun. Berbagai gebrakan dan kebijakan untuk mengembalikan kondisi ekonomi sosial politik ia lakukan dengan spektakuler. Dan ini adalah representasi dari spirit anak muda. Dan ini merupakan buah dari pemikiran dan perjuangan pemuda.

Ini menjadi bukti yang sekaligus membawa semerbak optimisme bagi kaum pemuda bahwa di tangan merekalah nasib bangsa ini dipertaruhkan. Pemuda memiliki peran strategis sebagai agen of change, iron stock, social control, dll.

Lantas sebagai generasi muda zaman kekinian, apa yang harus kita lakukan?

Ada sebuah pepatah mengatakan bahwa sejarah adalah perulangan dari zaman dengan modifikasi yang berbeda sesuai dengan konteks masanya. Dalam hal ini bahkan 1/3 bagian al quran menceritakan tentang sejarah. Artinya sebagai generasi muda kita harus kembali kepada Al Qur’an. Al quran memberikan kita ilham bahwasanya kita perlu mengambil pelajaran dari sejarah yang Allah gambarkan dengan pemaknaan.

Tentunya kita perlu bekal untuk menjadi generasi yang berkualitas. Al ilmu qabla qauli wal amal (ilmu dulu sebelum poerkataan dan perbuatan). Imam syafii bahkan pernah mengatakan bahwa: “jika engakau tidak tahan terhadap lelahnya belajar, maka engkau akan menanggung perihnya kebodohan.”

Disini kita melihat bagaimana islam memberikan perhatian yang penting terhadap ilmu. Seyogyanya sebagai kaum pemuda kita bekali diri dengan ilmu yang mendekatkan ketaqwaan pada Allah SWT. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam Riwayat Bukhari dan Muslim :
 “Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam masalah agama (ini).

yang kedua, diimbangi dengan kompetensi yang mumpuni. Masa depan hanyalah milik orang-orang yang memiliki kompetensi. Lihatlah Nabi Yusuf as yang dulunya bukan siapa-siapa, namun seketika ia keluar dari penjara langsung mampu menduduki posisi strategis sebagai bendahara negara. Tidak lain karena Nabi Yusuf melakukan mobilitas vertikal dengan kompetensi yang ia miliki. Alhasil ia mampu menyelamatkan nasib ribuan rakyatnya dari bencana kelaparan akibat kekeringan yang menahun.

Memperbanyak amalan ibadah guna penguatan ruhiyah juga merupakan aspek yang vital disini. Dimana bagunan sejarah ditopang oleh pilar-pilar ruhiyah yang sehat. Bangun budaya solat malam (qiyamul lail), karena didalamnya ada banyak keutamaan. Ustad Adi Hidayat Lc dalam salah satu ceramahnya menyebutkan bahwa secara ukhrawi akan meningkatakan derajat ketaqwaan di sisi Allah. Di sisi lain akan memberikan pencerahan berupa:
1.       Diangkat karir terbaiknya
2.       Dibimbing oleh Allah SWT dalam setiap aktivitas
3.       Diberikan solusi terbaik saat ditimpa permasalahan
4.       Ditolong oleh Allah langsung saat ada pihak-pihak yang akan berbuat tidak baik kepada kita. 

Selanjutnya adalah pembangunan karakter. Merujuk pada QS Fathir ayat 32, setidaknya ada 3 tipe manusia:
1.       Faminhum  thalimun linafsihi,  Mendzalimi diri sendiri
2.       Waminhum muqtasidun, golongan pertengahan (terjebak pada comfort zone)
3.       Waminhum sabiqun bialkhayrati biithni Allahi, berlomba dalam berbuat kebaikan (kompetitif). 

Sebagai seorang pemuda tentunya kita berharap agar dijauhkan dari kesia-siaan. Menjadi pribadi yang handal, unggul dan bersegera dalam kebaikan merupakan modal utama dalam menjayakan umat. Peradaban yang kokoh hanya akan mampu ditopang oleh orang-orang yang berkualitas baik.

Para pemuda, mari kita persiapkan diri kita sebaik mungkin, dengan berbekal ilmu dan amal. Dan kesungguhan. Apa yang kita terima hari ini adalah hasil dari akumulasi cita-cita dan perbuatan kita di masa lalu, dan apa yang akan kita tuai di masa depan merupakan hasil dari keputusan dan perjuangan yang kita tanam saat ini. maka pastikan kita tidak menanam kecuali benih-benih kebaikan, sehingga dengannya kelak kita akan menuai limpahan karunia kegemilangan.



nb: 
narasi ini disampaikan saat sesi sharing bersama KAMMI di Universitas Mercu Buana Yogyakarta, (11/10/2017). semoga yang sedikit ini mampu menjadi perenungan bagi saya pada khususnya dan semoga mampu menginspirasi sesiapa yang membacanya.





    
 






Selasa, 10 Oktober 2017

Belajar dari Sosok Abu Bakar Ash Shidiq

Belajar dari Sosok Abu Bakar Ash Shidiq



Beberapa cerminan keteguhan hati Abu Bakar diantaranya dapat dinukilkan sebagai berikut :

1.       Ia beriman pertama kali saat semua menolak Rasulullah SAW.
Pada saat awal rasulullah SAW berdakwah banyak mengalami penolakan dan tekanan dari pihak kafir Qurays di Mekah. Pada saat itu yang masuk islam baru khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah  yang kesemuanya merupakan bagian dari keluarga Rasul. Abu bakar merupakan orang di luar keluarga Rasul yang pertama kali menerima ajaran islam. Abu bakar dengan gigih bersegera menyambut dan membenarkan ajaran Rasulullah disaat yang lain menolak.  
2.       Abu Bakar mendampingi Rasulullah hijrah ke Madinah
Kala itu rasulullah  menjadi sosok yang paling banyak dicari “most wanted” di Mekkah. Terdapat bahaya yang mengancam di depan mata termasuk kematian. Saking getolnya kaum Qurays, mereka sampai mengadakan sayembara penangkapan Rasulullah. Barangsiapa mampu menangkap nabi Muhamad dalam keadaan hidup ataupun mati, maka akan kami berikan hadiah sebanyak 100 ekor unta. Orang yang gila harta akhirnya berlomba untuk menangkap Rasulullah. Keputusan untuk menemani Beliau SAW hijrah merupakan pilihan yang penuh resiko.
3.       Menemani rasulullah di kemahnya pada saat perang badar
Kemah rasulullah menjadi incaran musuh. Artinya memilih untuk membersamai Rasulullah SAW di kemahnya memiliki resiko yang tidak mudah.
4.       Terus bertahan disaat pasukan muslim tercerai berai akibat pasukan Qurays menyerang balik dalam perang uhud
Pada saat fase ke 2 perang uhud umat muslim berada dalam kondisi terdesak pasca pasukan pemanah meninggalkan posisinya. Akhirnya saat kaum qurays menyerang balik sedang kaum muslimin saling berebut ghanimah, mereka kocar kacir. Bahkan banyak diantara kaum muslimin yang berlari tunggang langgang meninggalkan rasul.
Adapun abu bakar terus maju ke depan mengibas musuh dengan pedangnya tanpa takut sedikitpun. Rasulullah khawatir bahkan sampai berteriak , “ Wahai Abu Bakar sarungkan pedangmu, jangan kau buat kami khawatir akan kematianmu”.
Abu bakar tsabat, berani, teguh melawan.


Adapun beberapa bukti kelembutan hati Abu Bakar diantaranya dapat dilihat dari beberapa kisah berikut ini :

1.        Abu bakar wara’ terhadap apa yang dimakan/dimiliki/ didapatkan
Suatu ketika beliau ra pernah makan  sesuatu yang dibawa pembantunya.
Pembantunya berkata, “tahukah engkau apa yang barus saja kau makan?, dulu aku pernah melakukan perdukunan untuk mengelabui orang-orang. Makanan itu adalah pemberian dari orang yang memanfaatkan jasa perdukunanku”.
Seketika abu bakar memasukkan jari dan “menyogok” ke tenggorokan agar makanan atau isi perut bisa dimuntahkan semua.
           Pembantunya bertanya, “wahai abu bakar, itu hanya makanan mengapa engkau begitu                          bersikeras mengeluarkanya?”
Abu bakar, “ demi Allah apabila makanan itu hanya bisa dikeluarkan dengan mengeluarkan nyawaku, maka akan aku lakukan”.
Ini tidak lain karena beliau sangat tsiqoh terhadap salah satu hadist nabi yang berbunyi setiap jasad yang tumbuh dari makanan yang haram, maka neraka lebih utama baginya.

2.        Sangat sederhana gaya hidupnya
“tolong kembalikan semua yang aku miliki ke baitul maal apabila aku sudah meninggal”, pesan abu bakar kepada aisyah.
Sepeninggal abu bakar, maka aisyah menyerahkan harta peninggalan yang hanya berupa alat pemerah ssu, 1 helai baju oerang, dan 1 ekor unta kepada amirul mukminin.
Umar menangis melihat kezuhudan Abu Bakar yang sampai pada meninggalnya hanya menyisakan harta yang sangat sedikit, “ semoga Allah merahmati abu bakar, sungguh engkau telah membuat letih sesiapa setelahmu”.
Artinya untuk menyamai level abu bakar itu sangat susah bagi Umar.

3.       Membantu para janda memerah susu
Janda yang ditinggal suami mereka mati syahid pada saat peperangan, menjadi single parent untuk mengurus anak-anaknya. Abu bakar ikut merasakan betapa berat tanggung jawab para janda itu dengan ketiadaan suami. Karenanya Abu Bakar selalu menyempatkan diri untuk membantu para janda memerah susu  untuk dijual.
Setelah Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, para janda bahkan menangis karena khawatir Abu Bakar tidak akan datang lagi menemui mereka untuk memerah susu. Tapi ternyata kekhawatiran itu mampu untuk ditepis.
Suatu ketika khalifah Abu Bakar mengetuk pintu rumah para janda. Begitu dibuka yang ada di balik pintu adalah anak kecil. Anak kecil itu lantas berkata, “Ummi, ada si pemerah susu datang ke rumah”.
Ibunya lantas menimpali, “hssstt, nak itu bukan si pemerah susu, dia adalah khalifah kita. Abu bakar ash shidiq”.
Disini bisa kita lihat betapa sederhananya Abu Bakar sehingga anak-anak tidak mengenalinya  sebagai pemimpin namun sebagai sosok tak ubahnya rakyat biasa yang dikenal banyak melayani. Ini sangat jauh bebrbeda dengan gaya pemimpin kita saat ini yang cenderung menjadi pemerintah umat dibandingkan sebagai pelayan umat.

4.       Menjadi pembebas budak muslim 
Hati abu bakar sangatlah lembut. Ia sangat sering menitikkan air mata melihat kedzaliman yang terjadi di masa jahiliyah. Diantaranya banyak budak-budak muslim yang disiksa dengan sangat tidak manusiawi oleh tunanya. Sebut saja bilal bin rabbah. Tuannya bernama Umayyah mengatakan pada abu bakar, “Demi Allah kamu beli Bilal dengan harga 2 uqiyah saja, maka akan saya berikan”. Artinya umayyah ini meledek bilal bahwa ia tidak ada harganya. Namun abu bakar langsung menantang, “ Demi Allah andai kau jual bilal dengan harga 200 uqiyah saja akan tetap saya bayar”.
Abu bakar sangat memuliakan budak muslim bahkan saat tuan-tuan budak menghinakannya.  Para tuan budak melihat abu bakar sebagai pangsa pasar baru. Bahkan mereka sengaja menyiksa budak muslim agar didatangi oleh Abu Bakar dan dibebaskan.


Tentunya yang dipaparkan diatas hanyalah sebagian kecil dari tumpukan-tumpukan kebaikan yang disandang oleh sang khalifah Abu Bakar Ash Shidiq ra. Masih jauh lebih banayk lagi yang pastinya belum terkupas disini. Semoga menjadikan kita menjadi pribadi yang tak pernah lelah untuk menimba ilmu. Dan semoga darinya kita bisa meneladani kemuliaan akhlak yang dipancarkan. Karena akhlak yang baik merupakan sebuah oase yang menjadi penyejuk di tengah kegersangan zaman.

Selasa, 03 Oktober 2017

Membangkitkan Spirit Dakwah

Membangkitkan Spirit Dakwah


“Dakwah akan terus berjalan, dengan atau tanpa kita. Kalau tidak bersama kita, maka dakwah akan bersama dengan yang lainnya. Namun jika tidak bersama dakwah lantas akan bersama dengan siapakah kita?”
Sayyid Quthb

Begitulah kiranya petikan yang penulis ingat dari sebuah buku berjudul Maalim fii ath thariq (Petunjuk Jalan yang Menggetarkan Iman) karya asy Syahid Sayyid Quthb (semoga Allah berikan tempat terbaik untuk beliau di Surga). Dialah da’i yang tak oleng ditekan berbagai macam rintangan yang menghadang. Dia merupakan sosok yang gigih berjuang, lewat narasi besar dan tulisan-tulisan yang terabadikan hingga kini. Bahkan Karena saking getolnya zionis dan musuh-musuh islam pada beliau, mereka tak segan untuk melakukan makar guna membekukan dakwahnya. Baik menggunakan godaan duniawi (harta, tahta, wanita)  ataupun siksaan yang teramat keji.

Dikisahkan bahwa Sayyid Quthb bahkan sampai tak mampu berdiri dan harus diseret ke pengadilan tinggi. Sebelum akhirnya ia mendapatkan vonis untuk dieksekusi mati.

Malam itu seorang syeikh dibawa menemuinya, untuk mentalqin dan mengingatkannya kepada Allah sebelum dieksekusi dalam tiang gantungan.

(Syeikh itu berkata, “Wahai Sayyid, ucapkanlah laa ilaa ha illallah…” Sayyid Quthb hanya tersenyum lalu berkata, “Sampai juga engkau wahai Syeikh, menyempurnakan seluruh sandiwara ini? Ketahuilah, kami mati dan mengorbankan diri demi membela dan meninggikan kalimat laa ilaa ha illallah, sementara engkau mencari makan dengan laa ilaa ha illallah.”)

Masya Allah, betapa gigih dan kuatnya konsistensi beliau dalam memaknai kalimah Syahadat sehingga tak bergeming sedikitpun. Ketahuilah bahwa sosok seperti beliau ini tidak akan pernah dijumpai melainkan dibangun atas dasar hubungan kedekatan yang baik kepada Allah SWT.

Berkaca pada kisah heroik asy syahid, kita kembali memaknai bahwa Jalan dakwah itu panjang. Penuh rintangan dengan rentang yang jauh tiada terkira. Maka denganya diperlukan tegukan kesabaran dan keikhlasan. Amatlah indah perkataan asy syahid KH. Rahmat Abdullah :

Memang seperti itu dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai.
Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret... Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari…
Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu. Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu. Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu…

Yahh begitulah Dakwah. Dakwah adalah cinta sekaligus pengorbanan. Cinta yang akan meminta segalanya darimu.

Maka benarlah bahwasanya Iman bukan hanya sekedar pengakuan. Ia butuh butuh pembuktian  lewat ujian. Yang darinya akan menunjukkan siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang berdusta.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS al-Ankabut [29]: 2-3).

Diantara rentetan perjalanan aktivis dakwah, naik turunya keimanan merupakan hal yang tak terbendung. Barangkali diawal memasuki pintu gerbang dakwah atau hijrah, akan banyak saudara yang menyertai kita. Begitu perjalanan dimulai, dan aral perjalanan malang melintang secara bertubi-tubi. Tiada yang kita jumpai diantara mereka kecuali hanya sedikit yang bertahan.

Berikut beberapa penyebab kendala dalam mengarungi dunia dakwah adalah: 

Kelelahan akibat aktivitas yang begitu saja.
Sibuk dengan program organisatoris sementara pemenuhan kebutuhan akan diri kurang. Banyak diantara kita terobsesi akan hal-hal yang sifatnya pencapaian secara lahiriyah. Semisal sibuk mengejar  targetan proker yang perlu diselesaikan. Akhirnya para aktivis bergerak tidak ubahnya event organizer. Sementara pemahaman akan urgensi dilakukanya kegiatan a, b, c, dll minim sekali. Akhirnya kadar kelelahan jauh lebih dominan dibanding peningkatan  ketaqwaan. Maka selain itu perhatikanlah alokasi waktu

Tidak seimbangnya antara aktivitas kedalam dan keluar.
Betapa banyak, bahkan mungkin saja  kita adalah bagian dari pelakunya. Aktivis kadang abai untuk melakukan gerak yang menyangkut kompetensi diri. Akhirnya cenderung terjebak pada aktivitas yang sifatnya manuver semata. Sehingga Jenuh akan ketrampilan teknis atau manajerial semata sementara nutrisi bagi hati terabaikan.

 Menyeru perubahan sementara diri enggan untuk berubah
Dalam Al Quran kita jumpai Peringatan keras kepada bani israel. Mereka menjadi kaum yang teramat banyak menyuruh orang lain melakukan sesuatu sekaligus menjadi pelanggarnya. Semoga kita terhindarkan dari menjadi calo kebaikan. Kita mengajak orang lain untuk menaiki gerbong kebaikan, sementara kita tidak ikut berpartisipasi di dalamnya. Hingga merelakan peluang kebaikan tersebut jauh meninggalkan kita.   
Dakwah bukan hanya menyuruh orang lain. Lihatlah Dakwah rasul adalah tentang keteladanan. Kita mesti terlebih dahulu berubah menjadi lebih baik. Sehingga denganya mampu menyemaikan benih-benih kebaikan di setiap ladang amal.

Kerja infirodiyah/ Kerja sendiri
Dakwah butuh keselarasan dan kerjasama. Oleh karenanya kita perlu untuk berjamaah. Tiada lain untuk membentuk sebuah struktur kesebangunan yang kokoh. Bukankah Ali ra pernah memberikan nasihat yang teramat bijak bagi kita bahwa “Kebaikan yang tidak terstruktur akan terkalahkan oleh keburukan yang terstruktur”.

Pembagian kerja yang buruk .
Kerja-kerja dakwah tidak bisa hanya dipikul oleh satu atau 2 orang saja. Tumpang tindih pekerjaan, menumpuk di satu orang merupakan kondisi yang tidak ideal. Para nabi dan rasul terdahulu bermunajad kepada Allah SWT untuk selalu dikuatkan. Amanah tak akan pernah salah memilih pundak. Maka mintalah bukan untuk sekedar dimudahkan, akan tetapi  untuk senantiasa dikuatkan. Salah seorang kawan dari penulis pernah mengatakan bahwa Saat beban dalam pundakmu terasa semakin berat, itu menunjukkan bahwa bahumu semakin hari kian kuat

Berikut beberapa langkah sederhana, semoga bisa dijadikan sebagai alternatif solusi membangun spirit dakwah dalam diri :

1.    Istirahatlah sejenak untuk mengembalikan energi
Jika kebetulan engkau adalah traveller maka berjalanlah menyusuri alam raya atau tempat-tempat yang menarik guna mendapatkan semangat baru. Namun sebenarnya pembangkit energi terbesar adalah kembali kepada Al qur’an.

2.    Sharing
Tabiat manusia adalah ingin didengar (apalagi wanita, hayoo ngaku ^_^). Nah sesekali sempatkan waktu untuk sharing dengan orang-orang terdekat yang dirasa mampu menjadi pendengar yang baik dan solutif atas apa yang kita hadapi di medan juang. Sharing setidaknya mampu membuat hati lebih lega karena ada sosok yang diajak berbagi.

3.    Jangan terjebak pada rutinitas, temukanlah ruh dalam setiap aktivitas.
Yakinkan dalam diri bahwa semua amalan yang kita lakukan adalah karena Allah SWT. Maka akan kau jumpai nafas yang panjang.

4.      Hargai diri (kasih reward) untuk diri sendiri.
Kita adalah sosok berharga. Tangkis kegundahan dengan rasa syukur.

5.    Awali hari dengan amalan yaumiyah
Contohnya bangun budaya menegakkan salat malam, tilawah qur’an, dzikir pagi, dhuha dll sebelum beraktivitas keluar. Dan jagalah konsistensinya. Kunci menjaga keistiqomahan adalah pada Kemauan. Saat engkau mengingat Allah dalam keadaan lapang, maka Allah akan mengingat dan menolongmu dikala sempit. Yakinlah Kelelahan adalah salah satu anugerahNYA.
Kelelahan yang kita alami saat ini akan menjadi saksi kunci di akhirat nanti. Itulah yang akan menajdi salah satu sebab kita memiliki hak jawab saat Allah bertanya tentang 5 perkara yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra :
(1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
(2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
(3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
(4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
(5) Hidupmu sebelum datang matimu.

6.    Miliki targetan
Rutinitas dunia memang tiada habisnya. Jadikanlah amalan dunia ini sebagai ladang untuk akhirat. Disisi lain kita tidak melupakan bagian kita di dunia. Semisal kita dalam berdakwah juga berproses untuk meningkatkan kapasitas diri (public speaking, relasi, mematangkan karakter, melatih kepemimpinan, dll)
Yakinlah perjuangan ini akan Allah ganti dengan kebahagiaan yang tidak terbatas. Saat engkau bergerak untuk membela dan menunaikan hak Dien Agama Allah, maka Allah lah yang kelak akan menjamin segala macam hajat-hajatmu (bisa dibuka ayatnya di QS. Muhamad :7)

Masalah adalah cara Allah mentarbiyah kita. Kuncinya adalah syukur dan sabar. Bersyukurlah Allah menunjuk anda menjadi bagian dari orang-orang terpercaya melanjutkan estafet dakwah. Dan bersabarlah atas ujian yang datang. Sabar itu bergerak, mencari solusi, tidak diam. Allah telah janjikan 2 kemudahan dalam 1 kesulitan.

Sesuai firman Allah SWT dalam Surat Al-Insyirah ayat 5-6:
Artinya : Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan.
Bukankah rahmat Allah jauh lebih besar dari pada murkaNya? Lantas mengapa kita masih saja tidak bersegera menyambut seruan kebaikan dalam membumikan kalimahNya?

nb: tulisan yang dibuat dengan keterbatasan ilmu penulis ini semata-mata untuk menasihati diri sendiri (pada khususnya) dan semoga bisa menjadi sarana dakwah yang bermanfaat bagi orang lain (pada umumnya).