Selasa, 03 Oktober 2017

Membangkitkan Spirit Dakwah

Membangkitkan Spirit Dakwah


“Dakwah akan terus berjalan, dengan atau tanpa kita. Kalau tidak bersama kita, maka dakwah akan bersama dengan yang lainnya. Namun jika tidak bersama dakwah lantas akan bersama dengan siapakah kita?”
Sayyid Quthb

Begitulah kiranya petikan yang penulis ingat dari sebuah buku berjudul Maalim fii ath thariq (Petunjuk Jalan yang Menggetarkan Iman) karya asy Syahid Sayyid Quthb (semoga Allah berikan tempat terbaik untuk beliau di Surga). Dialah da’i yang tak oleng ditekan berbagai macam rintangan yang menghadang. Dia merupakan sosok yang gigih berjuang, lewat narasi besar dan tulisan-tulisan yang terabadikan hingga kini. Bahkan Karena saking getolnya zionis dan musuh-musuh islam pada beliau, mereka tak segan untuk melakukan makar guna membekukan dakwahnya. Baik menggunakan godaan duniawi (harta, tahta, wanita)  ataupun siksaan yang teramat keji.

Dikisahkan bahwa Sayyid Quthb bahkan sampai tak mampu berdiri dan harus diseret ke pengadilan tinggi. Sebelum akhirnya ia mendapatkan vonis untuk dieksekusi mati.

Malam itu seorang syeikh dibawa menemuinya, untuk mentalqin dan mengingatkannya kepada Allah sebelum dieksekusi dalam tiang gantungan.

(Syeikh itu berkata, “Wahai Sayyid, ucapkanlah laa ilaa ha illallah…” Sayyid Quthb hanya tersenyum lalu berkata, “Sampai juga engkau wahai Syeikh, menyempurnakan seluruh sandiwara ini? Ketahuilah, kami mati dan mengorbankan diri demi membela dan meninggikan kalimat laa ilaa ha illallah, sementara engkau mencari makan dengan laa ilaa ha illallah.”)

Masya Allah, betapa gigih dan kuatnya konsistensi beliau dalam memaknai kalimah Syahadat sehingga tak bergeming sedikitpun. Ketahuilah bahwa sosok seperti beliau ini tidak akan pernah dijumpai melainkan dibangun atas dasar hubungan kedekatan yang baik kepada Allah SWT.

Berkaca pada kisah heroik asy syahid, kita kembali memaknai bahwa Jalan dakwah itu panjang. Penuh rintangan dengan rentang yang jauh tiada terkira. Maka denganya diperlukan tegukan kesabaran dan keikhlasan. Amatlah indah perkataan asy syahid KH. Rahmat Abdullah :

Memang seperti itu dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai.
Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret... Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari…
Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu. Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu. Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu…

Yahh begitulah Dakwah. Dakwah adalah cinta sekaligus pengorbanan. Cinta yang akan meminta segalanya darimu.

Maka benarlah bahwasanya Iman bukan hanya sekedar pengakuan. Ia butuh butuh pembuktian  lewat ujian. Yang darinya akan menunjukkan siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang berdusta.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS al-Ankabut [29]: 2-3).

Diantara rentetan perjalanan aktivis dakwah, naik turunya keimanan merupakan hal yang tak terbendung. Barangkali diawal memasuki pintu gerbang dakwah atau hijrah, akan banyak saudara yang menyertai kita. Begitu perjalanan dimulai, dan aral perjalanan malang melintang secara bertubi-tubi. Tiada yang kita jumpai diantara mereka kecuali hanya sedikit yang bertahan.

Berikut beberapa penyebab kendala dalam mengarungi dunia dakwah adalah: 

Kelelahan akibat aktivitas yang begitu saja.
Sibuk dengan program organisatoris sementara pemenuhan kebutuhan akan diri kurang. Banyak diantara kita terobsesi akan hal-hal yang sifatnya pencapaian secara lahiriyah. Semisal sibuk mengejar  targetan proker yang perlu diselesaikan. Akhirnya para aktivis bergerak tidak ubahnya event organizer. Sementara pemahaman akan urgensi dilakukanya kegiatan a, b, c, dll minim sekali. Akhirnya kadar kelelahan jauh lebih dominan dibanding peningkatan  ketaqwaan. Maka selain itu perhatikanlah alokasi waktu

Tidak seimbangnya antara aktivitas kedalam dan keluar.
Betapa banyak, bahkan mungkin saja  kita adalah bagian dari pelakunya. Aktivis kadang abai untuk melakukan gerak yang menyangkut kompetensi diri. Akhirnya cenderung terjebak pada aktivitas yang sifatnya manuver semata. Sehingga Jenuh akan ketrampilan teknis atau manajerial semata sementara nutrisi bagi hati terabaikan.

 Menyeru perubahan sementara diri enggan untuk berubah
Dalam Al Quran kita jumpai Peringatan keras kepada bani israel. Mereka menjadi kaum yang teramat banyak menyuruh orang lain melakukan sesuatu sekaligus menjadi pelanggarnya. Semoga kita terhindarkan dari menjadi calo kebaikan. Kita mengajak orang lain untuk menaiki gerbong kebaikan, sementara kita tidak ikut berpartisipasi di dalamnya. Hingga merelakan peluang kebaikan tersebut jauh meninggalkan kita.   
Dakwah bukan hanya menyuruh orang lain. Lihatlah Dakwah rasul adalah tentang keteladanan. Kita mesti terlebih dahulu berubah menjadi lebih baik. Sehingga denganya mampu menyemaikan benih-benih kebaikan di setiap ladang amal.

Kerja infirodiyah/ Kerja sendiri
Dakwah butuh keselarasan dan kerjasama. Oleh karenanya kita perlu untuk berjamaah. Tiada lain untuk membentuk sebuah struktur kesebangunan yang kokoh. Bukankah Ali ra pernah memberikan nasihat yang teramat bijak bagi kita bahwa “Kebaikan yang tidak terstruktur akan terkalahkan oleh keburukan yang terstruktur”.

Pembagian kerja yang buruk .
Kerja-kerja dakwah tidak bisa hanya dipikul oleh satu atau 2 orang saja. Tumpang tindih pekerjaan, menumpuk di satu orang merupakan kondisi yang tidak ideal. Para nabi dan rasul terdahulu bermunajad kepada Allah SWT untuk selalu dikuatkan. Amanah tak akan pernah salah memilih pundak. Maka mintalah bukan untuk sekedar dimudahkan, akan tetapi  untuk senantiasa dikuatkan. Salah seorang kawan dari penulis pernah mengatakan bahwa Saat beban dalam pundakmu terasa semakin berat, itu menunjukkan bahwa bahumu semakin hari kian kuat

Berikut beberapa langkah sederhana, semoga bisa dijadikan sebagai alternatif solusi membangun spirit dakwah dalam diri :

1.    Istirahatlah sejenak untuk mengembalikan energi
Jika kebetulan engkau adalah traveller maka berjalanlah menyusuri alam raya atau tempat-tempat yang menarik guna mendapatkan semangat baru. Namun sebenarnya pembangkit energi terbesar adalah kembali kepada Al qur’an.

2.    Sharing
Tabiat manusia adalah ingin didengar (apalagi wanita, hayoo ngaku ^_^). Nah sesekali sempatkan waktu untuk sharing dengan orang-orang terdekat yang dirasa mampu menjadi pendengar yang baik dan solutif atas apa yang kita hadapi di medan juang. Sharing setidaknya mampu membuat hati lebih lega karena ada sosok yang diajak berbagi.

3.    Jangan terjebak pada rutinitas, temukanlah ruh dalam setiap aktivitas.
Yakinkan dalam diri bahwa semua amalan yang kita lakukan adalah karena Allah SWT. Maka akan kau jumpai nafas yang panjang.

4.      Hargai diri (kasih reward) untuk diri sendiri.
Kita adalah sosok berharga. Tangkis kegundahan dengan rasa syukur.

5.    Awali hari dengan amalan yaumiyah
Contohnya bangun budaya menegakkan salat malam, tilawah qur’an, dzikir pagi, dhuha dll sebelum beraktivitas keluar. Dan jagalah konsistensinya. Kunci menjaga keistiqomahan adalah pada Kemauan. Saat engkau mengingat Allah dalam keadaan lapang, maka Allah akan mengingat dan menolongmu dikala sempit. Yakinlah Kelelahan adalah salah satu anugerahNYA.
Kelelahan yang kita alami saat ini akan menjadi saksi kunci di akhirat nanti. Itulah yang akan menajdi salah satu sebab kita memiliki hak jawab saat Allah bertanya tentang 5 perkara yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra :
(1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
(2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
(3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
(4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
(5) Hidupmu sebelum datang matimu.

6.    Miliki targetan
Rutinitas dunia memang tiada habisnya. Jadikanlah amalan dunia ini sebagai ladang untuk akhirat. Disisi lain kita tidak melupakan bagian kita di dunia. Semisal kita dalam berdakwah juga berproses untuk meningkatkan kapasitas diri (public speaking, relasi, mematangkan karakter, melatih kepemimpinan, dll)
Yakinlah perjuangan ini akan Allah ganti dengan kebahagiaan yang tidak terbatas. Saat engkau bergerak untuk membela dan menunaikan hak Dien Agama Allah, maka Allah lah yang kelak akan menjamin segala macam hajat-hajatmu (bisa dibuka ayatnya di QS. Muhamad :7)

Masalah adalah cara Allah mentarbiyah kita. Kuncinya adalah syukur dan sabar. Bersyukurlah Allah menunjuk anda menjadi bagian dari orang-orang terpercaya melanjutkan estafet dakwah. Dan bersabarlah atas ujian yang datang. Sabar itu bergerak, mencari solusi, tidak diam. Allah telah janjikan 2 kemudahan dalam 1 kesulitan.

Sesuai firman Allah SWT dalam Surat Al-Insyirah ayat 5-6:
Artinya : Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan.
Bukankah rahmat Allah jauh lebih besar dari pada murkaNya? Lantas mengapa kita masih saja tidak bersegera menyambut seruan kebaikan dalam membumikan kalimahNya?

nb: tulisan yang dibuat dengan keterbatasan ilmu penulis ini semata-mata untuk menasihati diri sendiri (pada khususnya) dan semoga bisa menjadi sarana dakwah yang bermanfaat bagi orang lain (pada umumnya).





Tidak ada komentar:

Posting Komentar