Antara Mengkristal Dan
Menguap
Writer : Tantri
Dunia
pendidikan mungkin menjadi salah satu hal yang cukup berkesan dan menjadi
pengisi ruang dalam rumah bernama passion itu. Entah mengapa setiap ku mencoba
untuk menyelami dan terjun ke dunia ini ada banyak kebahagiaan yang terasa.
Meski diawal seringkali diri merasa minder karena minim pengalaman, khawatir
tidak mampu memberikan pendidikan dan pemahaman kepada murid, tiba-tiba
kehilangan ide, hingga membuat kesalahan-kesalahan yang tak terduga dan lain
sebagainya. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman dibidang
pendidikan ini, ku sadar bahwa saat kita mengajar maka itu sekaligus bermakna
belajar dua kali. Yang pertama adalah belajar terkait bagaimana kita bisa
memahami materi bagi diri sendiri, dan yang kedua adalah belajar cara
menyampaikan materi tersebut kepada orang lain agar mereka memahami apa isi
dari pembelajaran ini.
Malang
melintang sekitar 1 tahun terakhir ku labuhkan diri untuk berkarya dibidang
ini, membuatku banyak belajar dan inspirasi. Dimana meski banyak lika-liku yang
dihadapi seperti murid yang agak bandel, kurang menghargai keberadaan kita,
penguasaan materi yang kurang, pemahaman akan karakter yang dididik, hubungan
dengan stakeholder, dan lain sebagainya. Namun ternyata pihak-pihak tadilah
yang kemudian membuat banyak perubahan dalam mentalitas dan paradigma bahwa
mengajar itu ribet. Memang benar bahwa
mendidik itu tidak mudah, namun disitulah Allah mendidik kita untuk menjadi
manusia pembelajar sekaligus pengajar,
dan saat dorongan keikhlasan sudah menancap kuat maka kan kita dapati banyak
berkah.
Mendidik
berbeda dengan mengajar. Mengajar adalah persoalan memberikan pelajaran, dengan
harapan peserta ajar menjadi tahu akan ilmu, shingga yang tadinya tidak tahu
menjadi tahu. Sekedar sampai disana. Sedangkan mendidik lebih dari sekedar
mengajar. Mendidik adalah sebuah metode pembinaan. Dimana peserta didik tidak
hanya dipahamkan arti sebuah ilmu namun sekaligus internalisasi nilai-nilai
kebaikan yang terkandung dalam ilmu tersebut. Ada pembentuka moral dan karakter
disana. Tujuan mulia dari adanya sebuah kinerja mendidik adalah mencetak
generasi yang unggul, berkarakter, dan memiliki integritas.
Kalau
kita amati pendidikan di Indonesia ini secara umum banyak menekankan pada
pengasahan aspek intelektualitas (kecerdasan IQ). Porsi untuk mengasah
kecerdasan emosional dan spiritual sangatlah minim (ESQ). Makanya tidaklah
mengherankan jikalau murid-murid bahkan mahasiswa kedapatan mencontek saat
ujian. Nah, ini disebabkan karena kurangnya penanaman aspek moralitas pada
siswa. Sehingga mereka biasanya akan cenderung berlomba-lomba mendapatkan nilai
yang terbaik, lulus ujian dengan memuaskan, IPK Cumlaud, lulus tepat waktu dsb
dibandingkan memiliki kesadaran akan pencapaian prestasi dengan jalan yang
jujur dan pengasahan kompetensi dengan ide-ide kreatif.
Salah
satu contoh nyata adalah pada mata pelajaran yang memiliki internalisasi
moralitas seperti PKN dan pendidikan agama memiliki porsi yang sangat minim.
Bahkan di jenjang perguruan tinggi umumnya selama 8 semester perkuliahan, bobot
dari mata kuliah tersebut hanyalah 3 sks. Itu sangatlah jauh dari kata cukup
dan bahkan sangat kurang untuk membentuk karakter pemuda yang baik. Mereka
harulah memiliki tekad yang kuat dan berani berkorban untuk mencari ilmu di
lain tempat atau kesempatan jika ingin mendapatkan pendidikan yang ideal. Tidak
hanya intelektualitas saja namun juga Emotional
Dan Spiritual Quotient (ESQ).
Masalah
pendidikan ini bukanlah hanya persoalan pendidik saja, namun juga haruslah ada
kerjasama antara pemerintah dalam mengambil kebijakan, siswa yang taat dan
mematuhi kaidah-kaidah norma, dan stakeholder. Meskipun bisa dikatakan bahwa
sebenarnya tidak ada pendidikan yang ideal itu. Yang ada, adalah proses
mendidik yang sejati dan terus-menerus. Demi mencetak kader-kader pemimpin
bangsa di masa depan. Sebagai pewaris tahta, sang generasi muda nan gemilang.
Oleh karenanya sebagai salah satu kutipan yang cukup menarik, dari penulis :
“Medidik
bukan hanya transfer of knowledge namun lebih kepada transfer of value,
sehingga ilmu yang sampai kepada orang lain akan mengkristal dan menancap kuat,
bukan hanya bagai air mendidih yang jika terus menerus dibiarkan kian hilang
karena menguap.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar