Kamis, 23 Juni 2016

Antara Mengkristal Dan Menguap

Writer : Tantri


Dunia pendidikan mungkin menjadi salah satu hal yang cukup berkesan dan menjadi pengisi ruang dalam rumah bernama passion itu. Entah mengapa setiap ku mencoba untuk menyelami dan terjun ke dunia ini ada banyak kebahagiaan yang terasa. Meski diawal seringkali diri merasa minder karena minim pengalaman, khawatir tidak mampu memberikan pendidikan dan pemahaman kepada murid, tiba-tiba kehilangan ide, hingga membuat kesalahan-kesalahan yang tak terduga dan lain sebagainya. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman dibidang pendidikan ini, ku sadar bahwa saat kita mengajar maka itu sekaligus bermakna belajar dua kali. Yang pertama adalah belajar terkait bagaimana kita bisa memahami materi bagi diri sendiri, dan yang kedua adalah belajar cara menyampaikan materi tersebut kepada orang lain agar mereka memahami apa isi dari pembelajaran ini.

Malang melintang sekitar 1 tahun terakhir ku labuhkan diri untuk berkarya dibidang ini, membuatku banyak belajar dan inspirasi. Dimana meski banyak lika-liku yang dihadapi seperti murid yang agak bandel, kurang menghargai keberadaan kita, penguasaan materi yang kurang, pemahaman akan karakter yang dididik, hubungan dengan stakeholder, dan lain sebagainya. Namun ternyata pihak-pihak tadilah yang kemudian membuat banyak perubahan dalam mentalitas dan paradigma bahwa mengajar itu ribet. Memang benar bahwa mendidik itu tidak mudah, namun disitulah Allah mendidik kita untuk menjadi manusia pembelajar  sekaligus pengajar, dan saat dorongan keikhlasan sudah menancap kuat maka kan kita dapati banyak berkah.

Mendidik berbeda dengan mengajar. Mengajar adalah persoalan memberikan pelajaran, dengan harapan peserta ajar menjadi tahu akan ilmu, shingga yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Sekedar sampai disana. Sedangkan mendidik lebih dari sekedar mengajar. Mendidik adalah sebuah metode pembinaan. Dimana peserta didik tidak hanya dipahamkan arti sebuah ilmu namun sekaligus internalisasi nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam ilmu tersebut. Ada pembentuka moral dan karakter disana. Tujuan mulia dari adanya sebuah kinerja mendidik adalah mencetak generasi yang unggul, berkarakter, dan memiliki integritas. 


Kalau kita amati pendidikan di Indonesia ini secara umum banyak menekankan pada pengasahan aspek intelektualitas (kecerdasan IQ). Porsi untuk mengasah kecerdasan emosional dan spiritual sangatlah minim (ESQ). Makanya tidaklah mengherankan jikalau murid-murid bahkan mahasiswa kedapatan mencontek saat ujian. Nah, ini disebabkan karena kurangnya penanaman aspek moralitas pada siswa. Sehingga mereka biasanya akan cenderung berlomba-lomba mendapatkan nilai yang terbaik, lulus ujian dengan memuaskan, IPK Cumlaud, lulus tepat waktu dsb dibandingkan memiliki kesadaran akan pencapaian prestasi dengan jalan yang jujur dan pengasahan kompetensi dengan ide-ide kreatif. 

Salah satu contoh nyata adalah pada mata pelajaran yang memiliki internalisasi moralitas seperti PKN dan pendidikan agama memiliki porsi yang sangat minim. Bahkan di jenjang perguruan tinggi umumnya selama 8 semester perkuliahan, bobot dari mata kuliah tersebut hanyalah 3 sks. Itu sangatlah jauh dari kata cukup dan bahkan sangat kurang untuk membentuk karakter pemuda yang baik. Mereka harulah memiliki tekad yang kuat dan berani berkorban untuk mencari ilmu di lain tempat atau kesempatan jika ingin mendapatkan pendidikan yang ideal. Tidak hanya intelektualitas saja namun juga Emotional Dan Spiritual Quotient (ESQ).

Masalah pendidikan ini bukanlah hanya persoalan pendidik saja, namun juga haruslah ada kerjasama antara pemerintah dalam mengambil kebijakan, siswa yang taat dan mematuhi kaidah-kaidah norma, dan stakeholder. Meskipun bisa dikatakan bahwa sebenarnya tidak ada pendidikan yang ideal itu. Yang ada, adalah proses mendidik yang sejati dan terus-menerus. Demi mencetak kader-kader pemimpin bangsa di masa depan. Sebagai pewaris tahta, sang generasi muda nan gemilang. Oleh karenanya sebagai salah satu kutipan yang cukup menarik, dari penulis :

Medidik bukan hanya transfer of knowledge namun lebih kepada transfer of value, sehingga ilmu yang sampai kepada orang lain akan mengkristal dan menancap kuat, bukan hanya bagai air mendidih yang jika terus menerus dibiarkan kian hilang karena menguap.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar