Jumat, 24 Juni 2016

are you dare become a mentor????

Become a Mentor


Membina adalah nafas gerakan KAMMI. Peran-peran pengkaderan haruslah selalu dihidupkan agar jantung sebuah gerakan senantiasa mampu melakukan fungsi pemompaan darah perjuangan menuju basis kekuatan harakah terus berjalan. Untuk menjadi deorang pemnadu haruslah berbekal ilmu dan pedoman yang diperhatikan. Dalam membina kader yang diharapkan mampu menjadi sosok penerus generasi dakwah yang tanggunh, maka berikut beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh seorang pemandu :

1.    Manhaj
Seyogyanya dalam mentarbiyah para penerus generasi dakwah maka, suatu lembaga dakwah atau wajihah perlu menguatkan internalisasi manhaj yang jelas akan arah dan tujuan yang menjadi pedoman dalam pergerakan islam.
Manhaj integral yang diserukan oleh jamaah ini adalah manhaj yang bersumberkan pada Alquranul karim dan sunnah nabi yang suci. Sebuah manhaj yang berkontribusi besar dalam merealisasikan tujuan dengan keluhuran dan syar’inya perangkat yang dipergunakan [1].
Dalam mentarbiyah harus diawali dari muwasofat, setelah itu menentukan bagaimanakah caranya mencapai muwasofat tersebut. Apabila diringkas prinsip mentarbiyah adalah sebagai berikut [3]:
a.    memami kondisi mutarabbiyah dengan baik, sehingga mampu mengetahui muwasofat yang telah mereka miliki.
b.    Menentukan muwasofat yang belum terealisir pada diri mutarabbiyah sesuai dengan tahap tarbiyah mereka.
c.    Memilih point muwashofat yang hendak dicapai bersama mutarabbiyah dalam forum tarbiyah.
d.    Menentukan sarana tarbiyah yang sesuai untuk mencapai muwashofat tersebut.

2.    Penguatan konsep pemahaman pada diri kader
Perlu di awal-awal pertemuan, kader perlu diajak untuk sharing terkait bahwa islam adalah ajaran yang syamil, mutakammil, syumul, salamah, salim dsb. Sehingga mereka bangga menjadi seorang muslim dan tergerak untuk selalu aktif melaksanakan amalan sesuai dengan kaidah yang diajarkan islam.  Selain itu sangat penting mengenalkan para kader terkait risalah ta’lim yang didalamnya terdapat 10 prinsip dalam beramal yang ditulis oleh syekh Hasan Al Banna.
Ketika anda berusaha mengubah seseorang dari pemikiran lama kepada pemikiran baru, anda harus menyadari bahwa pemikiran itu adalah benar-benar baru baginya. Artinya ia belum mengenalnya. Seseorang yang belum mengenal sesuatu, akan menolaknya. Betapa banyak kalangan sahabat, ketika mereka belum masuk islam, memuduhi Rasulullah saw. Tetapi ketika mereka mendapat hidayah Allah, mereka menjadi pendukungnya bahkan berjuang dan berperang bersama beliau [2].
Untuk menjamin kebenaran dan ketepatan dalam penerapannya atau mendekatinya secara minimal, islam sangat menaruh perhatian dalam memberikan terapi kejiwaan kepada manusia, yang ia merupakan sumber kedisiplinan, substansi pemikiran, persepsi, dan pembentukan. Kemudian ia mengenalkan obat-obat mujarab yang bisa menyucikan jiwa mereka dari hawa nafsu dan memersihkannya dari kotoran tujuan untuk diarahkan kepada kesempurnaan dan keutamaan, serta menghalanginya dari kedzaliman, penyelewengan dan permusuhan. Jika jiwa manusia telah iatiqomah dan jernih, maka apa saja yang lahir darinya akan menjadi bagus dan indah [1].

3.    Memberikan pelayanan dan pendekatan pendampingan pada kader.
Seyogyanya dalam pembinaan perlu untuk memperhatikan aspek kedekatan dengan mad’u sehingga ada keterikatan emosional dan ketertautan hati untuk saling terpacu berlomba-lomba dalam kebaikan dan memajukan amanah dakwah di gerakan-gerakan islam.
Muhamad saw selalu bersikap rendah hati dan kasih saying kepada mereka. Sungguh mereka mengetahui kedudukan mereka dan membanggakannya, beliau tidak pernah bertindak sewenang-wenang kepada mereka. Mereka adalah generasi islam pertama yang unik. Dengan perasaan ketuhanan yang lembut dan akhlak nabawi yang mulia inilah hati mereka segera berubah menjadi bersinar dan segar. Beliaulah yang secara proaktif melayani mereka dengan penuh rasa kasih saying, berdialog dengan mereka menggunakan kata-kata yang lebih baik yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam dari aqidah yang bersih dan untuk tujuan yang suci [2].

4.    Lebih menekankan pada keteladanan dibanding konsep pembinaan berbasis perintah  akan suatu amalan
Dakwah pada dasarnya adalan cinta yang membawa para pengembanya kepada kebahagiaan hakiki baik di dunia maupun di akhirat. Dalam proses membina, pastilah kita menginginkan perubahan pada diri kader ke arah sibghah islam. Akan tetapi agaknya suatu bentuk perintah, ajakan atau penugasan untuk melakjukan suatu amalan kuranglah membekas pada kesadaran dan habbit kader dakwah. Oleh karenanya perlu mencontoh langkah dakwah yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam membina para sahabat ra.

5.    Menyibukkan diri kader dengan amanah-amanah yang positif
Dengan melibatkan mereka dalam sebuah agenda-agenda dakwah maka mereka akan belajar bagaimana bertanggungjawab terhadap amanah yang diemban. Disana kemampuan manajerial mereka juga akan lebih terasah, memunculkan jiwa-jiwa solutif, saat berhadapan dengan perbedaan pendapat maka akan muncul jiwa saling menghargai, managemen konflik dsb. Dengan begitu secara tidak langsung kita turut berperan dalam mencetak leader masa depan dakwah. Namun memang yang lebih penting dalam pengkaderan jamaah salah satunya adalah mencetak leader maker. Sehingga kelak akan muncul sosok-sosok leader yang berakhlak mulia, mampu bertanggung jawab akan amanah dan tanggung jawab dakwah, menjadi penggerak dan pengkonsep bagi pergerakan islam, serta inspirasi dan trend setter bagi lingkungan sekitar.




DAFTAR PUSTAKA
[1] Mahmud, Ali abdul Halim. 2009. Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin : Studi Analisis Dan Historis. Solo : Era Intermedia.
[2] As-Siisiy, Abbas. 2008. Bagaimana menyentuh hati. Solo : Era Intermedia.
[3] Takariawan, Cahyadi dan Nurlaila, Ida. 2011. Menjadi Murabbiyah Sukses. Surakarta : Era Adicita Intermedia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar